Sebuah status di medsos, lewat di beranda saya sore itu. Menuliskan judul yang cukup menggelitik, "Pernikahan itu cuma butuh sedikit cinta". Menurut saya, judul status ini cukuplah relate dengan keseharian.
Terutama bagi suami istri, yang  telah mengarungi belasan tahun berumah tangga. Bagi pasangan lawas, yang telah merasakan asam garamnya pernikahan. Apalagi setelah membaca tuntas isi status itu, saya semakin mengamini.
Saya juga penah dibuat sepakat, dengan ide di balik terciptanya lagu "Serta Mulia" milik Sal Priadi. Bahwa pernikahan itu memiliki fase, dan pergeseran prioritas itu nyata dan wajar adanya. Tetapi bahwa ada yang lebih krusial, adalah memegang teguh komitmen.
Menurut Sal, di awal pernikahan kehidupan ini akan terasa indah. Orang biasa menyebut bulan madu, namanya madu pasti manis rasanya. Saat suami istri bisa melampiaskan (maaf) nafsu, hal yang belum dihalalkan saat menyandang status bujang.
Tetapi ketika usia pernikahan berjalan semakin panjang, pada lima, sepuluh, kemudian belasan tahun berjalan. Ketika masalah satu persatu menghampiri, dan suami istri membahu bekerja sama. Maka akan terjadi pergeseran prioritas, dan hal tersebut sangat wajar terjadi.
Misalnya setelah tinggal mandiri (ngontrak/rumah sendiri), maka fokus pikiran suami istri mulai terpecah. Bahwa setiap awal bulan, ada kewajiban musti diselesaikan. Yaitu membayar tagihan listrik dan air, membeli beras dan isi dapur.
Kemudian setalah anak lahir, maka musti ada budget membeli susu dan diapers anak. Sungguh, biaya susu, diapers, segala kebutuhan anak tidaklah murah. Sang suami sebagai kepala keluarga, kini dituntut bergegas berangkat lebih dini.
Bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga, demi anak tidak menangis kelaparan. Agar asap dapur tetap ngebul, sehingga kehidupan bisa terus berjalan. Sampai sampai dibela-belain pulang setelah larut, demi mengejar pendapatan yang lebih besar.
Maka soal berhubungan suami istri, sangat mungkin tidak lagi seintens saat pengantin baru. Bahwa ada hal lain, yang lebih membutuhkan konsentrasi.
Apalagi setelah anak beranjak besar, mulai masuk sekolah. Ayah bertambah sejumlah tanggung jawab, menyangkut sekolah anak-anak. Maka pada fase ini, menikah sudah tentang mempertahankan komitmen.
Adalah komitmen yang diikrarkan, ketika prosesi ijab kabul tengah dilangsungkan. Bahwa suami menafkahi istri, melindungi, menjaga dan menyayangi keluarga. Bahwa istri akan berbakti pada suami, menemani dan mendukung dalam segala suka dan duka.
Masa masa pernikahan di usia belasan, bisa menjadi masa-masa pembuktian ikrar di hari pernikahan. Mengingat jatuh bangunnya, senang sedihnya, sudah atau sedang dipergilirkan. Mengingat telah banyak peristiwa dilewati bersama, tetapi kebersamaan menjadi pilihan.
----
Pernikahan itu cuma butuh sedikit cinta
Sisanya komunikasi, kompromi
Dan yang pasti adalah
Mengesampingkan ego dan gengsi
Karena menikah itu 10% cinta, 90% nya lagi teman
Teman cerita, teman keluh kesah,
Teman jalan, teman nonton film,
Teman makan, teman ngopi,
Sama sama urus dan jaga anak,
Yang selalu ada saat kita sedih dan selalu memeluk kita
Disaat senang syka maipun duka
Itulah cinta
Di era gempuran
"Seumur hidup itu terlalu lama"
Tapi yang harus kita ingat adalah
"kita yang memulai untuk memilih seumur hidup"
@istri*****
Kesempatan manusia hidup hanya sekali, melewati hari ke hari juga hanya sekali. Apa yang dihadapi di hari ini, tidak akan terulang seumur hidup.
Pun dalam berumah tangga, apa yang terjadi hari ini tak terulang lagi dalam keadaan yang sama. Bertahan dalam komitmen pernikahan, akan menjadi tantangan bagi suami istri. Meski demikian, akan ada balasan yang setimpal. Meskipun hal tersebut, bukanlah hal yang mudah dijalankan.
Ya, pernikahan cuma butuh sedikit cinta, sisanya teman. -- semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H