Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Bahwa Ada Harga yang Musti Dibayar

19 Januari 2024   10:44 Diperbarui: 27 Januari 2024   01:25 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau diibaratkan sebuah transaksional, maka apa yang terjadi di dunia adalah jual beli. Bahwa untuk mendapatkan/ menjadi sesuatu, tidak ada yang datang tiba-tiba. Bahwa untuk mewujudkan pengharapan, tak ada yang seketika datang. Karena ada proses yang musti ditempuh, ada perjalanan yang musti dilakukan.

Proses yang tidak sebentar, sehingga membutuhkan kesabaran dan nafas panjang. Proses yang tidak mudah, sehingga membutuhkan keuletan dan ketekunan. Dan dari proses itulah, yang akan melahirkan jiwa dan mental tangguh.

Orang-orang yang setia dengan proses, ibaratkan sedang membayar untuk hasil diinginkan. Meski demikian, soal terwujud atau tidaknya sudah bukan kuasa manusia. Tetapi bahwa sang Kahliq, tidak akan pernah berlaku khianat.

Semua janji-NYA pasti dipenuhi, melalui cara yang tidak dipahami mahluknya (yang bernama manusia). Karena hidup dengan alogoritmanya yang unik, niscaya membuat manusia terkaget-kaget sekaligus ternganga.

---

Kompasianer's, mungkin ingat nama Raeny. Wanita asal Kendal Jawa Tengah, pernah viral di hari wisuda diantar sang ayah dengan naik becak. Sontak mencuri perhatian publik, ayah yang tukang becak berhasil mengantar anak lulus Perguruan Tinggi.

Tak urung Presiden SBY (Presiden kala itu) ikut salut, menghadiahi beasiswa S2 di Universitas Birmingham Inggris. Setelah lulus Raeny pulang, memilih mengabdikan dirinya sebagai dosen di Fakultas Ekonomi - Universita Semarang.

Kemudian melalui beasiswa LDP, perempuan sederhana menempuh S3 di Universitas Birmingham Inggris. Sekira enam tahun menyelesaikan pendidikan, kini Raeny telah menyandang gelar doktor. Pencapain yang luar biasa oleh Raeny, tentu tidak serta merta terjadi.

Pencapaian yang membutuhkan kerja keras, dari diri sendiri dan orang-orang di sekitar (terutama orangtua). Ayahnya yang tukang becak, tidak bakal menyangka bisa sajauh itu melangkah.

sumber gambar ; tribun jatim
sumber gambar ; tribun jatim

Bayangkan Kompasianer's, berapa ratus kilometer pedal becak dikayuh sang ayah. Demi membayar uang kuliah putri kesayangan, agar bisa tepat waktu dan tidak menunggak. Berapa banyak keringat musti diperas, sehingga perkuliahan anaknya berjalan lancar.

Pun Raeny, pasti tidak ingin mengecewakan orangtua. Melihat perjuangan sang ayah, tentulah memantik semangat mempersembahkan yang terbaik. Sehingga jerih payah mbecak sang ayah, akan berbuah manis di hari depan.

Ya, bahwa ada harga yang musti dibayar untuk pencapain itu. Harga yang tidak murah, dengan nominal yang bahkan tak ternilai harganya.

Harga itu berupa kesabaran yang luas, ketekunan yang panjang, keteguhan yang kokoh, tak enggan melawan rasa bosan. Proses yang dilakukan Raeny dan orangtuanya, demi menggapai cita-cita bersama.

Bahwa Ada Harga yang Musti Dibayar

Setiap orang, sejatinya sedang menjalankan "transaksi" dengan kehidupan. Karena demikian esensi kehidupan, diciptakan dengan kandungan hikmah yang luar biasa.

Bagi yang sehari-hari, membayar hidupnya dengan bermalas-malasan, sama sekali tidak punya inisiatif. Maka yang didapatkan bakal setimpal, dengan apa yang telah dilakukan.

Pun sebaliknya, bagi yang mengisi harinya dengan terus belajar dan bekerja keras. Tidak lekas menyerah kalah, atas setiap kegagalan yang dialami.

Maka kehidupan akan memberi hasil, sepadan dengan yang telah dibayarkan. Meski waktu pembayaran itu tak dijamah pikiran, sehinggi membutuhkan kesabaran tak bertepi.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Sementara waktu terus melaju, setiap orang telah mendapat jatahnya sendiri-sendiri. Waktu hanya lewat sekali, tidak bisa ditarik mundur. Sungguh, setiap kita sedang berhitung dengan waktu. Sampai nafas di ujung, hingga tiba saat berpulang.

Maka yang memanfaatkan waktu, dengan sebaik-baik kegiatan. Mereka orang-orang beruntung, berada di barisan yang tepat. Meski ujian terus menggempur, agar si manusia berbelok arah dan menyerah kalah.

Bagi yang menyia-nyiakan waktu, termasuk golongan yang merugi. Hari ke hari ibarat menabung hal-hal yang tidak berguna, padahal kesempatan itu hanya sekali saja. Hingga akan tiba saatnya, segala yang diperbuat kan dibalas dengan hasil mengecewakan.

Bertransaksi dengan kehidupan, berarti sedang memantaskan diri. Berada di sisi mana dirinya berada, apakah di garis keberuntungan atau kemalangan. Karena untuk setiap harapan, ada harga yang musti dibayar. -- Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun