Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Orang yang Menikah Gue yang Dapat Ceramah

4 Desember 2023   05:41 Diperbarui: 4 Desember 2023   13:23 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pernah menjadi jones (jomblo ngenes), ketika masih merantau di Surabaya. Masa-masa yang tidak mudah, sangat mungkin banyak orang yang mengalami. Segala upaya saya lakukan, demi bersua dengan tambatan hati.

Entah, saya seperti mendapat inspirasi. Tentang kewajiban sebagai manusia, yaitu sekeras-kerasnya berusaha. Menunjukkan pada Sang Khaliq, bahwa kuat keinginan menikah telah tertanam di sanubari.

Seiring bertambahnya usia, saya mulai menurunkan ego. Menurunkan standard pilihan, siap menerima yang bersedia dekat dengan saya. Rela membuang rasa malu jauh-jauh, dengan menyediakan diri dicomblangi.

Dan benar saja.

Saya bersua dengan (saat itu) calon istri, melalui perantara seorang teman (alias dicomblangi). Itupun setelah proses panjang, dan ketemunya di kota yang berbeda. Bener-bener deh, datangnya jodoh memang sangat misteri. Tibanya tidak bisa ditebak, tapi kita (manusia) diwajibkan berusaha.

Hikmah saya petik, dari liku-liku terjal jalan dilalui. Saya lebih memilih, tidak ikut-ikutan menjatuhkan/ membully teman yang jones. Karena pernah mengalami sendiri, tidak enaknya di posisi tersebut.

-----

Btw, Surabaya adalah kota kali pertama saya bekerja. Setahun selepas lulus SMA, setelah gagal ikut ujian Perguruan Tinggi Negeri. Di awal merantau, saya menumpang di kontrakan kakak kedua. Sempit-sempitan dengan saudara lain, yaitu adik dari kakak ipar (istri kakak saya).

Banyak saudara merantau di Kota Pahlawan, baik yang dekat maupun jauh. Pun ada tetangga di kampung, kawan semasa SMA, kakak kelas yang tidak kenal baik dan seterusnya. Saya lumayan sering bersua, entah sengaja maupun tidak sengaja.

Tahun kedua bekerja, saya kuliah dan ngekost sendiri. Hari sabtu sore ke kotrakan kakak, balik ke kostan pada minggu sore. Kami bersaudara di tanah rantau, tidak putus komunikasi. Secara berkala kerap ketemu, apalagi kalau salah satu diantara kami ada hajat.

Misalnya dari keluarga kakak ipar, ada yang mengkhitankan anak. Atau ada yang hendak berhaji, kemudian mengundang kami syukuran dan seterusnya dan seterusnya. Termasuk update soal asmara, tidak bakalan bisa menghindar.

dokpri
dokpri

Orang  yang Menikah Gue yang Dapat Ceramah

Masuk usia seperempat abad, menjadi masa rawan bagi orang seusianya. Kebiasaan yang rupanya terpertahankan, bahkan sampai di era millenial seperti sekarang. Adalah banyak orang melontarkan satu pertanyaan, yang membuat pendengaran panas.

"Kapan menikah?", "Calonnya mana?", "Kamu sudah umur, sudah waktunya nikah", "kerja sudah, tabungan punya, terus kapan nikah?" dan aneka pertanyaan dengan inti yang sama.

Sungguh, saya dibuat risih. Tetapi tidak bisa membalas atau berbuat banyak, kecuali membatin pilu dan memendam kesal. Apalagi yang bertanya, terdengar nada julid dan terkandung maksud ingin menjatuhkan. Kadang dilontarkan si penanya, tidak tahu tempat dan keadaan. Bener-bener, sama sekali tidak punya empati.

---

Diantara sekian banyak saudara, ada satu yang saya tandai. Niat membully itu ditunjukkan jelas, bahkan dibuka terang-terangan. Suatu hari ada acara kondangan keluarga jauh, kami keluarga besar datang dan berkumpul. Saudara ngeselin ini nongol, berujar di hadapan keluarga besar.

"lha ini (sambil melirik ke arah saya) juga sudah waktunya, tapi juga belum-belum saja."

Kalimat yang nyelekit, tidak hanya lewat di kuping tapi bersemayam di hati. Belum lagi masih ada tambahan, saya diceramahi saudara mengesalkan ini.

Orang yang menikah gua yang dapat ceramah, batin saya

Tidak lama setelah kejadian itu, saya mendapat pekerjaan di Jakarta. Pindah dari kota pahlawan, setelah sembilan tahun berjibaku dan berjuang dengan keras. Sesaat ada perasaan lega, setidaknya tidak bersua saudara ngeselin ini.

----

dokpri
dokpri

Di ibukota, saya meneruskan PR besar itu. Selain membangun karir, juga menuntaskan keinginan menikah. Saya mengerahkan segala cara, selain mencari sendiri juga minta tolong teman kantor, teman kost, kenalan dan sebagainya.

Sampai ada seorang teman yang kenal hanya sekilas, menawarkan mengenalkan saya dengan temannya. Saya sama sekali tidak keberatan, disepakati tempat dan waktunya. Kami bertemu di daerah Blok M, dan moment ini menjadi sangat penting bagi hari-hari ke depan. Tanpa perlu proses panjang, saya ketemu orangtua dan kami menikah.

Benar, bahwa datangnya jodoh sangat misteri. Tetapi justru kemisteriannya, memantik rasa penasaran mewujudkannya. Semakin meneguhkan semangat, memantaskan diri di hadapan-NYA. Menunjukkan keseriusan, ingin mengikuti teladan Baginda Nabi Rasulullah SAW.

Jauh hari, setelah saya menikah dan beranak pinak. Saya menemukan jawaban, mengapa sesusah itu menemukan belahan jiwa. Bahwa untuk hal yang diperoleh dengan susah payah, niscaya akan dipertahankan dengan susah payah juga. Kita akan berusaha maksimal, untuk membahagiakan pasangan dikasihi.

--

Suatu hari saya mendapat (saat itu tren) SMS, dari nomor saudara yang ngeselin itu.  Setelah sekian lama tak bersua, setelah sekian lama tidak intens berkomunikasi. Beda kota dan beda urusan, membuat saya tidak terlalu memikirkan hal- hal dulu.

Melalui pesan singkat, saudara ini mengakui telah bersalah. Memohon dengan sangat, agar saya memaafkan sikapnya yang tidak elok. Saya membalas pesan, dan membuka hati untuk memaafkan. Rasa kesal yang pernah singgah, seketika terasa ringan. Mungkin itu petanda, saya telah memaafkan dengan sebenar-benarnya. 

Semoga bermanfaat.

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun