Misalnya dari keluarga kakak ipar, ada yang mengkhitankan anak. Atau ada yang hendak berhaji, kemudian mengundang kami syukuran dan seterusnya dan seterusnya. Termasuk update soal asmara, tidak bakalan bisa menghindar.
Orang  yang Menikah Gue yang Dapat Ceramah
Masuk usia seperempat abad, menjadi masa rawan bagi orang seusianya. Kebiasaan yang rupanya terpertahankan, bahkan sampai di era millenial seperti sekarang. Adalah banyak orang melontarkan satu pertanyaan, yang membuat pendengaran panas.
"Kapan menikah?", "Calonnya mana?", "Kamu sudah umur, sudah waktunya nikah", "kerja sudah, tabungan punya, terus kapan nikah?" dan aneka pertanyaan dengan inti yang sama.
Sungguh, saya dibuat risih. Tetapi tidak bisa membalas atau berbuat banyak, kecuali membatin pilu dan memendam kesal. Apalagi yang bertanya, terdengar nada julid dan terkandung maksud ingin menjatuhkan. Kadang dilontarkan si penanya, tidak tahu tempat dan keadaan. Bener-bener, sama sekali tidak punya empati.
---
Diantara sekian banyak saudara, ada satu yang saya tandai. Niat membully itu ditunjukkan jelas, bahkan dibuka terang-terangan. Suatu hari ada acara kondangan keluarga jauh, kami keluarga besar datang dan berkumpul. Saudara ngeselin ini nongol, berujar di hadapan keluarga besar.
"lha ini (sambil melirik ke arah saya) juga sudah waktunya, tapi juga belum-belum saja."
Kalimat yang nyelekit, tidak hanya lewat di kuping tapi bersemayam di hati. Belum lagi masih ada tambahan, saya diceramahi saudara mengesalkan ini.
Orang yang menikah gua yang dapat ceramah, batin saya
Tidak lama setelah kejadian itu, saya mendapat pekerjaan di Jakarta. Pindah dari kota pahlawan, setelah sembilan tahun berjibaku dan berjuang dengan keras. Sesaat ada perasaan lega, setidaknya tidak bersua saudara ngeselin ini.