Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menjadi Ayah dengan Bahagia

18 November 2023   09:58 Diperbarui: 18 November 2023   10:03 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut saya nih, ada tugas mulia kehidupan yang musti ditunaikan. Dengan menunaikan tuga itu, seseorang akan menemukan bahagia sesungguhnya. Yaitu ketika seseorang, bergulat dengan tantangan di keseharian hidupnya. Tugas itu sangat niscaya, akan mengantarkan pada kemuliaan diri sendiri.

Yaitu berusaha maksimal, mengemban amanah sedang disandang. Karena dengan demikian, seseorang sedang memroses menjadi orang yang lebih baik. Memberi arti pada diri sendiri, yang dampaknya akan dirasakan orang di sekitar.

Misalnya yang menjadi guru, berusaha menjadi guru terbaik di bidang ditekuni. Seorang dokter, berusaha melayani pasien dengan kemampuan terbaik dimiliki. Seorang pedagang, berjualan dengan jujur membuang jauh sikap curang pada pelanggan.

Algoritma kehidupan, akan berlaku sangat adilnya. Sunatullah akan mengunggulkan, hanya orang-orang yang pantas diunggulkan. Pengunggulan itu, tidak semata-mata didasarkan atas kepemilikan bendawi. Tetapi dari sikap tulus, kesungguhan, ketekunan seseorang, berproses seiring bidang dijalani.

---

Salah satu amanah tidak bisa diabaikan, adalah amanah atas predikat sedang diemban. Baik itu predikat sebagai istri/ suami, ibu/ ayah, sebagai anak atau orangtua, dan lain sebagainya. Kalau setiap orang, menjalankan predikat itu sebaik-baiknya. Maka keadaan ideal kan diraih, hubungan keluarga menjadi harmonis. 

Anak patuh pada orangtua, orangtua sayang ke anak. Suami menafkahi dengan rejeki halal, istri menunaikan tugas domestik dengan suka cita. Meski pada prakteknya, tidak ada kejadian di dunia ini berjalan mulus dan lurus. Pasti ada batu ujian, pasti ada liku liku musti ditempuh. 

Seorang suami, istri, anak-anak, pun orangtua, dijamin memiliki challenge-nya sendiri-sendiri.

Menjadi Ayah dengan Bahagia

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Saya pernah menemui teman (yang saya kenal baik), sebagai kepala keluarga dan berbakti pada ibunya. Pada satu waktu, teman ini mengakui sedang berada dalam kesempitan. Banyak pekerjaan yang dibatalkan sepihak, setelahnya belum mendapat gantinya. Kalaupun ada pekerjaan, belum jelas tanggal pembayaran.

Keadaan itu berjalan beberapa waktu, sangat berpengaruh pada keadaan (cash flow) keuangan. Saking percayanya dengan saya, teman ini tanpa malu menunjukan saldo di rekeningnya. Sampai pernah, teman ini menunda memberi uang bulanan pada istri. Pernah juga, tidak genap memberi uang bulanan sang istri.

Tetapi jujurly, saya sangat bisa menangkap satu hal yang baik teman ini. Yaitu sebuah sikap, yang dipegangnya dengan kuat dan sungguh. Yaitu begitu ada uang (meski belum banyak), langsung dialokasikan untuk sekolah anak-anaknya. Ketika ada uang lagi, digunakan untuk memenuhi kewajiban sebagai suami.

Sehingga uang diterima, tidak bertahan lama di rekeningnya. Begitu mendapat uang, langsung diambil untuk bayar ini itu. Mulai dari uang sekolah, uang listrik, uang belanja, uang gas, dan seterusnya dan seterusnya.

Saya bisa melihat kelegaan dari garis wajahnya, setelah menyelesaikan sejumlah kewajiban. Dengan demikian, terbit senyum di bibir anak-anak dan istri.  Meski setelahnya, teman ini siap disambut kewajiban lain yang menyusul.

Tetapi cukuplah, saya bisa menyimpulkan. Bahwa teman ini, termasuk kategori ayah yang bersungguh-sungguh. Ayah yang ingin menjalankan tugasnya, sebagai ayah yang menafkahi keluarga. Meski untuk hal tersebut, musti mengorbankan kesenangannya sendiri.

Ya, setiap uang dimiliki , dia tidak gunakan untuk keperluannya. Melainkan memprioritaskan, keperluan anak- anak dan istri terlebih dahulu. Bagi teman ini, dirinya bisa mencari cara lain. Contoh sederhana, teman ini rela motornya dipakai sulung, sementara dirinya berjalan kaki.

----

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Menjadi ayah yang bahagia, adalah menjadi ayah yang sepenuh hati menjalankan tugas keayahan. Jalan ditempuh, tidak selalu jalan yang mulus dan lurus. Tetapi seberat apapun jalan itu, ayah bahagia tetap menjalaninya. Ayah terus berusaha semaksimal dia bisa, meski --ibarat kata-- nyawa taruhannya.

Ayah yang bahagia, adalah ayah yang sepenuh kesadaran. Bersedia berkorban untuk keluarga dicintai, car itu menjadi jalan ninja untuk menggapai kemuliaan. Karena tidak ada yang lebih membahagiakan, kecuali melihat istri dan anak-anaknya bahagia.

Menjadi ayah bahagia, tidak selalu dilihat dari materi. Tidak harus menjadi ayah, dengan kendaraan mewah dan membangunkan rumah megah. Menjadi ayah terbaik, tidak harus memanjakan dan menuruti segala permintaan istri dan anak.

Tetapi ayah bahagia, adalah ayah yang menjaga marwahnya. Menjadi ayah dengan segenap kemampuan dimiliki. Menjalankan tugas keayaahan, dalam kondisi apapun (baik lapang maupun sempit). Menjadi ayah bahagia, adalah menjadi ayah dengan setulusnya.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun