Saya sudah membuktikan, kerennya naik KAI Commuter. Bahkan bisa dibilang, hampir sewindu (sebagian besar) kegiatan saya dengan transportasi publik (terutama Commuter Line). Â Saking seringnya ber-Commuter Line, saya pede menyebut diri sebagai anker (anak kereta).
Apalagi kini Commuter Line, terintegrasi dengan transportasi publik lainnya. Konsep integrasi intermoda dan antarmoda, sangat menguntungkan penggunanya. Dan untuk kemudahan yang dihadirkan, membuat saya semakin jatuh suka bertransportasi massal.
Soal integrasi intermoda dan antarmoda, saya punya ceritanya.
Pertengahan Agustus sepulang dari Solo, dari Bandara Soetta saya memilih naik Kereta Bandara. Turun di Stasiun Duri, transit Commuter Line jurusan Stasiun Tanah Abang lanjut ke Stasiun Pondok Ranji. Di kesempatan lain, dari Stasiun Kebayoran saya transit ke Halte Transjakarta (Velbak). Kemudian turun Halte CSW, pindah ke moda MRT di Stasiun Asean.
Saya punya banyak kisah dengan KAI Commuter, tidak hanya urusan pergi bekerja/ berkegiatan. Pernah tidak sengaja ketemu teman lama di Stasiun, di lain waktu deal pekerjaan saat menunggu Commuter. Dan banyak kejadian mengesankan lainnya.
Termasuk mengeksplor hal- hal unik, di sekitar Stasiun di jabodetabek.Â
Saya tahu lo, ada kedai berkonsep jadul lokasnya tidak jauh dari Stasiun Manggarai. Sambal matahnya nampol abis, cocok banget bagi yang suka pedas. Menjelang sore di dekat Stasiun Taman Kota, ada penjual gudeg kaki lima dengan citarasa bintang lima.
Saya pernah ngonten di usaha rumahan aren, sepuluh menit dari Stasiun Rangkasbitung. Pernah juga mampir ke rumah produksi dodol, hanya selemparan batu dari Stasiun Tenjo. Saya kerap menjadikan stasiun, sebagai patokan ke satu lokasi.
Dan seterusnya, dan seterusnya.