Kompasianer's, salam semangat. Semoga sehat selalu dan terus berkarya, terus bergerak selama nafas masih dikandung badan.
Minggu ini masuk tahun ajaran baru, menjadi hari sibuk buat anak dan orangtua. Lebih-lebih anak yang naik tingkat, sibuknya double di sekolah baru. Ya, sibuk persiapan peralatan, perlengkapan, dan adaptasi dengan sekolah baru. Sibuknya orangtua soal menyiapkan biaya, agar anak bisa meneruskan belajar.
Tahun ini ragil saya masuk SMP, sedang ada kegiatan pengenalan lingkungan sekolah. Ada beberapa perlengkapan disiapkan, yaitu papan nama digantung di dada. Sepatu musti hitam bertali, dengan kaos kaki warna putih. Dari ibunya saya dibisiki, bahwa ragil sudah masuk usia baligh.
Sementara kakaknya naik kelas 12, kelas terakhir sebelum masuk ke dunia kampus. Si kakak di ambang masa dewasa, awal tahun ini sudah punya KTP. Sebagai anak besar, kegiatannya macam-macam dan punya dunia sendiri. Â
Saya dan istri bersepakat, berusaha semakin dekat dengan anak lanang. Agar dia merasa kami rangkul, dan kami dijadikan tempat ngobrol yang nyaman. Belakangan saya baru sadar, kalau anak lanang kini sudah punya jenggot.
Saya berusaha menyesuaikan diri, mengubah cara bersikap dan berkomunikasi. Bahwa anak-anak sudah bukan anak kecil, sehingga treatment-nya juga berbeda. Sungguh, saya musti terus belajar soal ini.
----------
Kepada yang mbarep, saya ngobrol layaknya dengan orang dewasa. Tidak lagi mengontrol ini dan itu, tetapi lebih memberi kepercayaan. Soal sholat selalu saya ingatkan, baik lisan ataupun melalui pesan di aplikasi percakapan.
Pun pada anak wedok, saya tidak bisa seenaknya memeluk mencium. Pasti sudah ada rasa risi, mengingat ada bagian tubuh yang berubah. Cara saya memanggil ataupun ngobrol, tak bisa seleluasa dulu.
Melihat anak-anak telah besar, saya merasakan betapa sebegitu lekasnya waktu. Perasaan serupa, mungkin dirasakan Kompasianer satu leting saya. Kita yang sebaya, dengan anak rentang SMP- SMA- Kuliah. Sangat mungkin merasakan, mengalami, membatin hal semisal.