Sekitar tigapuluh menit di Stasiun, kami bergeser ke Prasati Batutulis. Melewati jalanan menanjak, berjarak sekitar 900 meter-an saja. Kemudian tampak plank bertulis Jalan Batutulis, dan saya langsung menemukan lokasi Prasasti dituju.
Prasasti berangka tahun 1455 saka (atau 1533 masehi), merupakan peninggalan kerajaan Sunda. Saya melihat huruf kuno bahasa sansekerta, berupa maklumat resmi dari raja atau pejabat tinggi. Prasasti ini ditemukan kali pertama oleh ekspedisi pasukan VOC, pada 25 juni 1690 dipimpin Kapten Adolf Winkler.
Masuk di situs prasasti ini, Kompasianer bisa menemukan lempengan batu pipih dibentuk meruncing (seperti gunungan). Tulisan dengan huruf sansekerta, terdiri dari tiga bagian, Â manggala, sambada, dan titimangsa.
Ruangan situs tidak terlalu besar, jadi masuknya musti bergantian pengunjung lain. Dan lokasi cagar budaya ini, berseberangan persis dengan Istana Batutulis Bogor. Tempat peristirahatan milik Presiden Sukarno, meninggalkan misteri dan catatan sejarah pribadi Presiden pertama RI.
Tahun 1960 Presiden Sukarna membeli tanah di sekitar tempat peristirahatan, dan meminta arsitek merancang sebuah bangunan untuk rumah tinggal. Sejumlah elemen gaya bangunan istana ini, mirip dengan Istana Tampaksiring di Bali.
Sayangnya, kami tidak bisa masuk ke dalam Istana Batu Tulis. Karena musti reservasi online sebelum kedatangan, alias tidak bisa datang dan masuk. Tapi ada kejadian seru, ksmi melipir memutari istana melewati jalan setapak. Bener-bener jelajah banget.
Keseruan jelajah Click, saya ringkas di video berikut ini, monggo. Selamat menyaksikan, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H