Rumah model kuno dengan banyak jendela kaca ini mengingatkan masa kecil saya di Perkebunan Treblasa, Glenmore Banyuwangi. Di sinilah rumah dinas ayah saya ketika bekerja sebagai sinder di pekebunan yang udaranya bersih dan segar. Rumahnya asri karena dikelilingi kebun bunga dan buah seluas 5.000 meter persegi.
-Kenangan Rumah Dinas Orangtuaku di Perkebunan Treblasa --xii-
                                                         Â
Buku bersampul dominan warna hijau, dengan cover gadis penari gandrung berdampingan 4 gambar kecil kolase sebagai pendukung. Dihiasi latar laut berombak sedang, dengan atap langit diselimuti awan putih semu hitam tipis. Di bagian latar sampul bawah, tampak pemandangan senja dengan semburat lembayung jingganya.
Rasanya cukup mewakili, sekilas apa yang akan disampaikan di dalam buku Banyuwangi "Sunrise of java". Mengantar pembacanya, merangkumkan sebagian tentang kota Banyuwangi. Khususnya bagi saya, yang belum pernah datang dan mengenali Banyuwangi. Kecuali sekadar mendengar nama, melihat gambar dan membaca buku cetak atau website.
Dan setelah membaca di bagian pengantar, saya merasa berada di buku yang tepat. Untuk mengenal lebih dekat dan lebih jauh, dengan kota di ujung timur Pulau Jawa. Mengingat penulisnya --Asita Djojo Koesoemo--, adalah orang yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan Banyuwangi. Bahwa sebagian perjalanan hidup beliau, dihabiskan di kota yang terkenal dengan tarian Gandrung ini.
Benak saya seperti diajak dan dituntun, membayangkan rumah kayu dengan banyak jendela kaca. Memiliki halaman dan pekarangan yang luas, dengan aneka tanaman berdaun rindang. Sungguh, saya bisa merasakan vibes ketenangan khas pedesaan, di era tahun 70-an yaitu ke masa kecil sang penulis.
Membaca halaman demi halaman di buku ini, jelas menggambarkan bu Asita memiliki ikatan batin yang sangat kuat dengan Banyuwangi. Ditambah pengalaman beliau sebagai jurnalis, membuatnya piawai menyampaikan dalam bentuk tulisan.
-----
"Saat membaca buku tentang Banyuwangi ini saya jadi banyak tahu tempat tujuan wisata di Banyuwangi yang belum saya kunjungi" Prof. DR. Dr Zakiudin Munasir Sp. A(K), Â Dokter Anak dan Traveller, -iii-.
Salah satu cuplikan testimoni tersebut, sangat mewakili dengan yang saya rasakan. Ketika sampai di bagian "Tujuan Wisata", saya menemukenali tentang Banyuwangi. Tentang 'Rumah Adat di Kampung Wisata Osing", "Bandara Blimbingsari", Terumbu Karang di Banyuwangi", "Batik Godho", "Penginapan Pelajar dan Mahasiswa", "Memetik Kopi di Banyuwangi", dan lain sebagainya dan lain sebagainya.
Pada bab kuliner, pembaca akan diajak menyusuri "Osing Deles, Toko Oleh-oleh Terlengkap di Banyuwangi", "Mengintip Proses Pembuatan Cokelat", "Ragam Jenis Varian Kopi di Banyuwangi", "Rujak Soto Wajib Dicoba", "Tahu Walik, Camilan Enak di Banyuwangi", "Legenda Warung Pecel Pincuk Bus Sum Banyuwangi", dan banyak kuliner lainnya.
Warung pecel bu sum sudah bertahan dua generasi selama hampir 30 tahun. Harga pecel terjangkau dengan sayuran, bumbu, bakwan jagung, tahu tempe dan peyek.....
Tempat jualan sayur dan bumbu pecelnya cukup unik, ditata di tampah bambu dan semua lauk ditaruh di atas pikulan angkringan bambu.---30 tahun Legenda Warung Pecel Pincuk Bu Sum Banyuwangi, halaman 177.
Di bab "Legenda Banyuwangi", saya diajak mengenal sejarah Banyuwangi (yang baru saya tahu dari buku ini). Adalah Sri Tanjung dan Patih Sidopekso, sebuah kisah percintaan yang berakhir menyedihkan.Â
Sri Tanjung adalah istri sang Patih, berparas elok dan halus budi bahasa yang membuat Raja tergila-gila. Guna mendapatkan perempuan disukai, Raja memakai kekuasaan dengan akal liciknya. Yaitu memerintahkan patihnya mencari obat, yang susah didapatkan. Â Saat Patih Sidepekso berangkat menjalankan tugas, sikap tak senonoh Raja pada Sri Tanjung dilancarkan.
Saat Patih berhasil dan kembali, Raja dengan akal bulusnya memutar balik fakta. Bahwa Sri Tanjung telah datang dan merayunya, sehingga membuat Sidepekso marah. Patih yang sedang dikuasai amarah, menghunjam keris ke dada istrinya. Kemudian membuang jasad ke laut, dan laut yang semula keruh berubah jernih seperti kaca dan menebarkan bau harum.
Tanpa disadari Sidopekso berteriak "Banyuwangi", kalimat yang terlahir dari bukti cinta sejati istri pada suaminya.
Di Bagian akhir buku ini, kita akan disuguhi panduan "Tips dan Cara ke Banyuwangi". Bab ini pas banget, bagi pembaca yang ingin ke Banyuwangi. Mau berwisata dengan konsep koper atau ransel, monggo silakan memilih sesuai budget yang disediakan.
Termasuk rekomendasi tempat kuliner, jadwal perjalanan selama di Banyuwangi, plus tempat oleh-oleh yang bisa diampiri. Lengkap deh.
Sketsa Banyuwangi Dirangkum di Banyuwangi Sunrise of Java
Membaca bagian per bagian di buku Banyuwangi "Sunrise or Java", Â benar-benar tidak membuat bosan dan penat. Pasalnya disajikan dengan ringkas, dengan bahasa ringan dan padat. Setiap tema, tersaji hanya dalam beberapa lembar saja. Pas banget dibawa kemana-mana, bisa membaca sambil menunggu kereta atau di ruang publik.
Ya, tak ubahnya sebuah sketsa. Kita bisa mendapat gambaran Banyuwangi, melalui cerita yang dikemas dengan singkat tapi menarik. Kemudian di beberapa bagian bab, disertakan gambar yang mewakili ulasan. Foto warna dengan angel yang tepat, cukup mewakili rasa penasaran saya sebagai pembaca.
Di lembar kedua terakhir, disertakan Banyuwangi Regency Tourism Map. Membantu banget, sekaligus memberi gambaran denah obyek wisata di Banyuwangi.Â
Sungguh membuka mata, Kabupaten ini memiliki wisata potensi yang lengkap. Wisata santai-santai di pantai ada, mau bertualang mendaki gunung bisa, ada pilihan yaitu Gunung Raung dan Gunung Ijen. Penyuka budaya bisa mendatangi kampung tradisional......., pecinta kuliner bisa mencicipi aneka hidangan lokal.....,Â
Buku ini sukses ingin membuat saya kembali mengeksplor Banyuwangi lebih banyak lagi---Irawati Prillia, Traveler dan Blogger Bermukim di Kota Duren, Jerman.
Selamat ibu Asita atas terbitnya buku baru, yang merepresentasikan kecintaan pada wisata negeri tercinta. Mengingat sebelumnya telah terbit buku "Menyambut Pagi di Bromo, Melepas Penat di Raja Ampat" dan "Saya Jatuh Cinta pada Flores".Â
Semoga buku ini bisa menjadi panduan traveller, sekaligus menginspirasi pembaca. Ditunggu karya berikutnya. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H