Termasuk dalam bekerja, kita tidak harus stay ke kantor saban hari. Berangkat dan pulang melawan macet, sehingga lebih capek dan butuh budget lebih.
Tetapi kini bekerja bisa secara remote, yaitu dikerjakan dari jarak jauh (dikenal dengan istilah WFH- work from home). Toh, parameternya adalah hasil. Selama result kerja online mencapai target, soal teknis sudah bukan masalah.
Sebagai freelancer, Ramadan ini ada beberapa pekerjaan online saya kerjakan. Hadir di webinar melalui zoom, dan tawaran menulis juga secara online. Namanya rejeki, tak elok kalau ditolak, selama sanggup saya tidak enggan mengambilnya.
Efek dari pekerjaan online, saya melewatkan waktu berbuka di rumah. Bukber dengan kakak-kakak, hanya sekali kami lakukan. Bahkan saking menikmati berbuka bersama keluarga, tahun ini saya absen berbuka di masjid. Di sekitar rumah saya ada tiga masjid jami', masing-masing menyediakan menu berbuka untuk jamaahnya.
Kebiasaan berbuka di rumah kami, setelah mengonsumsi takjil (pembatal puasa) kami berhenti sejenak untuk maghrib. Saya beranjak ke masjid dekat rumah, bareng anak lanang. Di masjid biasanya masih ada snack, saya masih bisa membawa pulang.
Selepas menegakkan sholat fardu, pulang dan makan makanan berat. Tapi karena perut terisi takjil plus snack dari masjid, saya makan berat tidak terlalu banyak. Dengan cara yang saya terapkan, terhitung lumayan hemat budget disediakan.
Etapi, sebagai konten kreator saya punya cara efektif, berbuka puasa hemat bareng keluarga. Bahkan tidak sekadar hemat, tapi bisa gratis. Kompasianer's, baca sampai selesai artikel ini ya.
Berbuka Puasa Hemat bareng Keluarga ala Konten Kreator
Ya, buka puasa tahun ini, sering saya lewatkan di rumah bareng keluarga. Melihat istri dan anak-anak bersantap dengan lahap, rasa lelah dan capek menjemput nafkah terbayar sudah. Apalagi, kalau anak-anak suka dengan menu tersedia, saya mengalah dan makan menu lain.
MasyaAlloh, nikmatnya menjalani peran keayahan. Meski harus berkorban dan menekan ego, tapi ayah akan menemukan kebahagiaan dari sudut pandang yang berbeda. Kebahagiaan saya dapat, bersumber dari kebahagiaan yang dirasakan oleh anak dan istri.
Unik banget pada point ini, padahal saya tidak ikut bersantap sate (menu kesukaan anak wedok). Bahkan sate yang seharisnya menjadi bagian saya, dengan rela saya berikan pada anak wedok. Tapi justru dari sikap ini, bahagia tak terkira saya rasakan.