Kompasianer's, selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Semoga puasa kita membawa keberkahan, berhasil memroses diri menjadi pribadi lebih baik--aamiin.
Soal mudik gratis, pas banget saya punya pengalaman. Berkat menang lomba blog di Kompasiana, yang disponsori oleh Kementrian Perhubungan. Karena menang untuk dua tiket, saya mudik dengan anak lanang (istri dan anak wedok tidak ikut).
Kamis, 22 Juni 2017, Pelaksanaan mudik gratis dilangsungkan, peserta diminta berkumpul di Pantai karnavan Ancol. Menuju lokasi, saya dan anak lanang naik ojek online dari seberang Stasiun Kota. Alhamdulillah, bisa sampai tepat waktu.
Menjadi blogger, membuat saya punya kebiasaan soal dokumentasi. Saya mengambil foto suasana persiapan mudik, dan diposting di medsos. Di kemudian hari di tanggal yang sama, facebook mengingatkannya dan postingan muncul di beranda.
Sekitar jam 7 pagi, saya berjibaku antrean kemacetan di pintu masuk Pantai Karnaval Ancol.  Driver ojol dan roda dua, menyelip di sela-sela rombongan pejalan kaki atau mobil. Belasan Polisi  bertugas, menjaga keadaan bahkan dari pintu depan Dufan.
Meski dalam keadaan puasa, rasa antusias itu tak terbendungkan. Peserta mudik gratis, dipandu panitia menujunomor bus yang hendak dinaiki. Dan kami sangat terbantu, dengan spanduk memandu kami mencari bus.
Ya, Mudik gratis Kemenhub, di spanduk tertulis 1.000 bus siap mengangkut pemudik dari Jakarta menuju Jogjakarta, Solo dan Wonogiri. Saya dan anak lanang, kebagian dua seat di bus menuju Solo. Seingat saya, dari lomba blog Kompasiana terpilih 20 pemenang. Belakangan saya dengar kabar, tidak semua mengambil tiketnya.
"Pak, Bus nomor sepuluh dimana" tanya peserta
"Jurusan Solo dan Wonogiri di kanan, Jogja lurus" panitia berulang keluar dari toak.
"Abaikan  nomor bus, perhatikan kota jurusan. Langsung masuk saja ke bus kosong" panitia sibuk mengatur pemudik.
Sesi mencari bus, ada saja dramanya. Peserta yang satu bus dengan saya, bingung karena merasa dipingpong. Kemudian ada orang mengaku panita, memicu kebingunan peserta awam. Antar peserta juga mengedepankan ego, maunya rombongannya satu bus. Dan seterusnya, dan seterusnya.
"Sama-sama mudik pakai bus gratis, pakai booking beberapa kursi sekaligus" omel seorang ibu
"Niat pemerintah sudah bagus, kok ya ada saya yang memanfaatkan"Â gerutu seorang bapak.
Saya bersyukur, sekali naik bus langsung dapatkursi. Di bus dengan jurusan kota saya tuju, sehingga tidak perlu pindah bus yang lain. Sekitar satu jam ngetem, bus saya naiki diberangkatkan.
-0o0-
Di pangung utama, tampak Mentri Perhubungan Budi Karya dan pejabat terkait melepas keberangkatan bus Mudik. Bus berderet berjalan (termasuk bus saya), melewati depan panggung utama dan diiringi lambaian  tangan Pak Mentri. Sungguh, saya terkesan dengan suasana keberangkatan.Â
Tampak panitia dan petugas kepolisian, berhasil berkoordinasi. Setiap peserta di bus yang benar, sesuai tiket dan kebutuhan kursinya. Yang membuat saya salut, personel bus mendata satu persatu dengan telaten. Di sepanjang perjalanan, disetel musik yang cukup menghibur. Lumayan banget, Â bisa mengusir penat dan rasa bosan di perjalanan. Layar tv di atas supir bus, menayangkan lagu karaoke yang sangat akrab. Saya bisa ikut bernyanyi, meski tidak hapal liriknya.
Bus saya melewati jalur utara, di H- 3 lebaran lalu lintas relatif tidak macet. Saya perhatikan, lumayan jarang berpapasan kendaraan lain. Dan sekitar jam setengah empat sore, bus berhenti untuk istirahat dan sholat ashar.
Beberapa penumpang tampak membuka bekal, tanpa segan makan meski masih Ramadan. Sebagai musafir, memang diperbolehkan membatalkan puasa. Namun kalaupun meneruskan puasa, hal demikian lebih baik. Aroma makanan menyeruak di dalam bus, bau rendang, keripik kentang, tempe bacem, snack anak-anak menyengat hidung. Â Penumpang dewasa, bapka, ibu dengan santainya makan, anak-anak apalagi. Â
Sekira setengah jam istirahat, busa meneruskan perjalanan dan berhenti saat jam berbuka tiba di daerah Cirebon. Saya membeli nasi pecel lele, menu kesukaan anak lanang yang mulai rajin puasa kala itu. Untuk sholat lima waktu, kami kerjakan di sepanjang perjalanan sembari duduk.
Perjalanan mudik lumayan lancar, tapi waktu tempuh ngaret karena supir kerap istirahat. Kami peserta mudik gratis, tidak mempermasalahkan hal ini. Sekalian melepas penat dan capek, setelah berlama-lama duduk di dalam bus.
Bus berhenti lagi jam tiga dini hari, untuk sahur di daerah Kendal Jawa tengah. O'ya, hari itu masuk Ramadan hari ke duapuluh delapan. Dan Bus masuk ke terminal Solo, sekitar jam 7.30. Terminal Solo adalah tujuan terakhir, kami peserta mudik turun melanjutkan perjalanan masing-masing.
Catatan Pengalaman Mudik Gratis yang Difasiliasi Kompasiana
Pengadaan bus mudik gratis rasanya patut diapresiasi, guna membantu masyarakat pulang kampung tanpa memikirkan ongkos. Rasa bahagia jelas terpancar, dana musik sudah ada yang mengatasi.
Namun ada catatan musti diperhatikan, adalah saat teknis pelaksanaan. Panitia musti dipastikan, membantu peserta dengan informasi akurat. Sehingga peserta awam tidak kesal, dimanfaatkan oknum untuk membuat bingung peserta mudik.
Dan satu lagi yang baru saya ketahui, bahwa peserta difasilitasi untuk arus mudik. Informasi yang baru didapat, ketika peserta hendak balik ke Jakarta dan berdatangan ke Terminal Solo. Padahal informasi sebelumnya, fasilita mudik gratis untuk pulang dan balik.
Kebetulan banget, dari awal berangkat anak lanang ingin balik dengan kereta. Sehingga kami, tidak ikut megalami kejadian penolakan (arus balik) di terminal Solo. Teman sesama Kompasianer, yang membagikan kejadian ini ke saya.
Dan setelah mudik gratis di tahun 2017, saya belum mengulanginya lagi. Anak-anak semakin besar, kami mudik dengan menyesuaikan jadwal anak-anak.- semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI