Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Menjadi Ayah Hebat itu Pilihan

4 Januari 2023   22:04 Diperbarui: 5 Januari 2023   05:56 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita tentang ayah hebat, sudah saya baca dari banyak sumber dan media. Menyadarkan saya, betapa ayah hebat ada di semua jaman. Tinggal kita, bersedia mengambil hikmah atau justru Abai.  Nama Luqman al Hakim,  ayah hebat yang disebut namanya di Al Quran, terkenal dengan nasehatnya diukir dengan tinta emas jaman. 

Sampai banyak kisah ayah hebat masa kini, yang kita temui dan viral di medsos.Dan dari semua kisah inspiratif tersebut, mengantar saya pada sebuah kesimpulan. Bahwa ayah di manapun dengan kondisi seperti apapun, sangat bisa menjadikan dirinya hebat. Karena yang menghebatkan seorang ayah, adalah ayah yang bersedia terus belajar.

 Lazimnya seorang hebat, adalah orang dengan kepiawaian mengelola ego. Dan untuk perkara ini, butuh proses berkelanjutan seumur hidup. Ayah hebat, ayah yang terus belajar dari satu penaklukan ego ke penaklukan selanjutnya. Ayah hebat, ayah yang berlaku lembut pada istri dan anak-anak.  Bisa memosisikan diri dengan baik, berlaku bijak menghadapi segala situasi. 

Tidak mudah memang, tetapi justru disitu seninya perjuangan. Saya, ayah masih jauh dari kata ideal. Kerap kelepasan kontrol, marah pada istri atau anak, merasa paling benar. Naudubillah..

-----

Saya yakin, Kompasianer pernah membaca kisah. Raeny anak tukang becak, yang wisuda diantar sang ayah dengan becaknya. Kisah yang viral tahun 2014 ini, mengantarkan gadis asal Semarang meraih beasiswa S2 dan S3 di Universitas di Luar Negeri. Publik dibuat terperangah dan kagum, tak hanya pada si anak. Kepada  Pak Mugiyono (dan ibu Sujamah---istrinya), khalayak menaruh salut luar biasa. Seorang ayah yang tukang becak, berhasil mengantar sang anak ke jenjang pendidikan tinggi.

Belakangan ada yang sempat lewat di timeline saya, ibu dan anak membuat VT di tiktok. Berisi cuplikan rekaman, perlakuan kasar si kepala keluarga. Tampak si suami membanting barang, dan mengucap kalimat sumpah serapah. Terdengar pertengkaran, dan tangis suara anak.

Kemudian si ibu menjelaskan di vt, sudah melapor ke pihak berwajib. Namun sampai berbulan-bulan, belum mendapat perkembangan berarti. Konon laki-laki yang dilaporkan (suami si ibu), petinggi di sebuah perusahaan (tidak disebutkan namanya). Diperkirakan punya power menekan pihak tertentu, agar menutup kasusnya. 

Si ibu merasa tak punya pilihan, kecuali mengangkat ke medsos. Publik dibuat tahu, bahwa ibu dan anak sudah tidak dinafkahi sang suami. Si ibu kini berjuang seorang diri, memenuhi kebutuhan anak yang beranjak besar.

sumber gambar, suara.com
sumber gambar, suara.com

Menjadi Ayah Hebat itu Pilihan

Mencermati dua kisah, sungguh sangat bertolak belakang. Yaitu ayah yang tukang becak versus ayah petinggi di sebuah perusahaan. Membukakan mata saya dengan lebar, tentang satu hal penting. Bahwa kondisi sosial ekonomi ayah, sama sekali tidak ada kaitan dengan hebat atau tidaknya seorang ayah.

Tukang becak dengan segala keterbatasan, bisa menjadi seorang hebat. Berkat ketangguhannya, semesta meluluskan tekad menyekolahkan buah hati hingga pendidikan tinggi. Sementara ayah berkedudukan tinggi, seharusnya memiliki kemudahan ekonomi. Namun faktanya berbeda, tak memberikan kenyamanan pada istri dan anaknya.

Ya, menjadi ayah hebat itu pilihan. Untuk menjadi ayah hebat, tak membutuhkan syarat banyak uang, rumah megah, pekerjaan bergengsi. Menjadi ayah hebat, yang dibutuhkan adalah kesungguhan belajar dan berusaha keras. Bersedia menaklukan ego, demi kebaikan bersama (yang ada di rumah)

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Baik ayah yang pedagang sayur, ayah yang tukang kebun, ayah yang pengemudi ojek online, ayah yang guru, ayah yang polisi, ayah yang pekerja kantoran, ayah yang pekerja mandiri (freelance), atau ayah dengan profesi apapun yang sedang dijalani. Dia pasti diberi jalan oleh kehidupan, untuk memilih menjadi ayah hebat.

Ayah yang menghebatkan dirinya, adalah ayah yang rela berkorban untuk keluarganya. Rela berpeluh keringat, banting tulang, demi mengembang senyum orang-orang dikasihi. Ayah yang berjuang maksimal, dengan kekuatan dimiliki (meski dimata orang lain dipandang kecil).

Selanjutnya biarkan semesta mendukung, membukakan pintu keajaiban tak terduga. Membuktikan pada dunia, bahwa ayah hebat bisa lahir dari kondisi apapun. Tak peduli latar belakang, tak peduli status sosial, tak peduli lingkungan pergaulan. Ibarat sebuah pepatah, emas tetaplah emas meski terbenam di dalam lumpur. Demikian sunatullah berlaku, dengan sebegitu adilnya- wallahu'alam bishowab.

Semoga bermanfaat.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun