Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pentingnya Support System agar ASI Tetap Prioritas

2 Oktober 2022   06:06 Diperbarui: 2 Oktober 2022   06:38 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; kompas.com

Saya ayah dengan dua anak beranjak besar, merasakan bagaimana pentingnya ASI (Air Susu Ibu). Sebagai orangtua baru kala itu, dokter menjelaskan bahwa ASI tetaplah prioritas. Apalagi di enam bulan pertama (terhitung setelah kelahiran), ASI eklusif adalah asupan terbaik bagi bayi.

Meski sebenarnya, godaan mengonsumsi susu formula cukup gencar ketika itu. Saya ingat kakak Ipar, merekomendasikan merek susu formula tertentu. Konon menurutnya, kandungan gizinya bagus, memenuhi kebutuhan bayi dan lain sebagainya. Pun, teman-teman istri yang pekerja kantor, melakukan hal semisal.

Saya berusaha geming, sembari meyakinkan istri. Untuk mengutamakan ASI ekslusif, kebetulan istri sehari-hari di rumah dan bukan pekerja kantoran. E'tapi, soal ibu yang meng-ASI ekslusif, memang seharusnya disupport penuh.

Support system sangatlah penting, peran yang musti diambil suami sebagai orang terdekat. Suami musti menyediakan diri rela berkorban, demi kebaikan istri dan anak dalam jangka panjang.

-------

Saya mengamini (karena pernah mengalami sendiri), ketika membaca investigasi di kompas.id. Seorang ibu (QR 21 th - Deli Serdang Sumut), mengaku digoda (atau dipengaruhi) susu formula untuk anaknya. Godaan berasal dari lingkungan sekitar atau terdekat, termasuk dari dokter dan bidan.

Si ibu akhirnya terpaksa dan manut, ujung-ujungnya menyesal tidak bisa menyusui anak sendiri. Buah hati pertamanya, kini terlanjur tergantung dengan susu formula. Bahkan dari umur kurang enam bulan, waktu yang belum pas minum susu formula. (Sumber)

Padahal hari-hari awal pasca persalinan, Ibu QR mengaku ASI bisa keluar dengan lancar. Namun karena tidak leluasa menyusui, akibat ruangan bayi dan ibu terpisah jauh. Maka intensitas menyusui berkurang, si anak diberi susu formula.

Saya jadi ingat, bahwa menyusui sangat terkait dengan kebiasaan. Artinya semakin terbiasa ibu meng-ASI, maka produksi ASI semakin bagus. Pun sebaliknya, ketika ibu jarang meng-ASI dampaknya adalah produksi ASI terhambat. Dan yang dikatakan ibu QR di artikel investigasi, adalah benar adanya.

"Saya sempat dirawat empat hari di rumah sakit. Ketika itu air susu saya keluar. Namun, saya hanya boleh menyusui bayi saya sekali dalam sehari. Ketika pulang ke rumah, air susu saya sudah tidak keluar lagi," ujarnya.

Ya, keseringan menyusui anak mempengaruhi lancar tidaknya ASI. Menyusui juga memiliki manfaat, kesempatan emas ibu dan anak berinteraksi. Menyususi ibarat moment krusial, membangun kedekatan emosional ibu dan anak.

Bayangkan Kompasianer, kalau skin to skin ibu dan bayi tersebut digantikan ujung dot berisi susu formula. Sungguh, saya turut sedih dan prihatin. Golden moment ibu dan bayi dilewatkan begitu saja, moment kedekatan yang tidak bisa diulang.

Kompas.id investigasi begitu akurat, tidak ingin mendengar kabar dari satu pihak. Kemudian team menelusuri rumah sakit, tempat ibu QR menjalani persalinan. Dan benar yang disampaikan oleh narsum, bahwa ruang bayi dan ruang ibu dirawat berjauhan bahkan beda lantai.

Perawat yang bertugas mengatakan, bahwa di rumah sakit tersebut ada prosedur bayi dipisah dengan ibu setelah melahirkan. Kalau mau menyusui, si ibu harus menghampiri ke ruang bayi dan jadwalnya hanya sehari sekali.

Seketika saya membayangkan effort berat si ibu, musti berjalan tertatih menuju ke ruang bayi. Dalam kondisi badan belum prima, musti berpindah pindah ruang untuk menemui bayinya. Dan lebih berat lagi, kalau si ibu melahirkan secara caesar. Duh, membayangkan perihnya, bekas jahitan di perut bawah.

Menanggapi hal demikian, dokter yang juga anak dari pemilik RS tersebut berujar bahwa kondisi tersebut akan segera diubah. "Bertahap, kita akan buat rawat gabung," katanya tanpa penjelasan lebih lanjut.

Pentingnya Support System Agar ASI Tetap Prioritas

dokpri
dokpri

Ibu dengan Asi ekslusif, menjadi hak si anak untuk mendapatkan ASI tersebut. Bisa menjadi simpel atau sebaliknya, tergantung lingkungan di sekitar ibu. Peran suami sangat penting, si kepala keluarga musti bertanggung jawab penuh terhadap apapun yang terjadi di rumah tangga.

Kalau saya, sebaiknya memberi kesempatan istri untuk focus ke anak-anak. Tetapi kalau istri adalah pekerja sektor formal, dengan jatah cuti (biasanya) tiga bulan. Maka musti segera dicari solusi, bagaimana meng-ASI setelah cuti selesai.

Apapaun alasannya, soal ASI ekslusif bagi bayi jangan diabaikan. Kalau saudara saya yang ibu pekerja menyiasati ASI eklusif, dengan menyetok Asi disimpan di frezer. Sehingga ketika jam kantor dan tidak di rumah, si anak tetap mengasup ASI eklusif yang disimpan di lemari pendingin.

Oke, mungkin intensitas interaksi ibu dan anak berkurang. Tetapi hak anak terhadap ASI, setidaknya bisa dipenuhi. Daripada anak diberi susu formula, daripada anak diberi kental manis, di usia yang seharusnya belum mengasup selain ASI.

Baru setelah cukup bulan, waktunya anak diberi asupan tambahan. Susu formula bisa menjadi tambahan, mendampingi ASI dari sang ibu. Dan lagi-lagi, support system dari suami tetaplah penting. Karena kondisi psikologis ibu, ketenangan batin, kecukupan gizi, akan mempengaruhi kelancaran dan kualitas produksi ASI.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun