Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sebab Kegagalan Ramadan adalah Salah Mendefinisikan

4 April 2022   08:45 Diperbarui: 4 April 2022   09:00 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar - dokpri

Sebegitu istimewanya Ramadan, rasanya seharusnya setiap detik sangat sayang kalau dilewatkan.  Kita musti membuka diri untuk selalu bermuhasabah, tidak lekas puas dengan sedikit pemahaman dimiliki. Konsistensi  menjadi sangat utama, disertai kewaspadaan terhadap setan yang menjadi musuh abadi manusia.

Setan dengan tipu muslihat, dia tidak pernah rela manusia menjadi taat. Segala jalan dan cara ditempuh, demi membelokan setiap bersit kebaikan. Sehingga manusia terjerembab dalam gagal. Termasuk gagal, mendapatkan keutamaan bulan suci Ramadan.

Sebab Kegagalan Ramadan adalah Salah Mendefinisikan

Masih dari tausiyah Ustad Budi Ashari, bahwa soal paling mendasar penyebab kegagalan Ramadan, yaitu "salah mendefiniskan". Kita menerjemahkan  awal dan akhir Ramadan, jauh dari definisi para Salafus Soleh di jaman Baginda Nabi.

Adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas'ud,  keduanya mengawali Ramadan siap lahir batin diniatkan khusyu ibadah. Mengisi hari-hari di bulan suci, dengan menyedikitkan urusan duniawi. Di hari terakhir Ramadan bersedih, seolah tak rela esok adalah hari penghabisan Ramadan. Saat Ramadan benar diujung dua sahabat introspeksi, berbela sungkawa sekira amalan Ramadan tertolak.

Sangat berbeda dengan kita, (mengaku) umat Rasulullah di akhir jaman. Mengawali Ramadan, diisi susunan rencana bukber. Satu dua hari pertama, berbondong taraweh ke masjid. Seminggu belum genap sudah absen, mulai memikirkan paket lebaran, mengurusi anak ikut pesantren kilat di sekolah. Menjelang hari terakhir, sibuk berburu tiket mudik, belanja parcel dan baju, demikian seterusnya.

Tak mengherankan, jika kualitas ibadah Ramadan kita sekedarnya saja. Ritual ibadah hanya sebatas seremony, sama sekali tidak menyentuh hakikat ibadah -- Ya Rabb, saya tersentil banget di bagian ini. Puasa kita sekedar menahan lapar dan haus, sholat fardu dan taraweh tidak ada nyawanya, sedekah, zakat, dan ibadah hanya di kulit saja.

"Ramadan kita biasa saja karena dimulai dan diakhiri dengan biasa," ujar Ustad Budi.

Ilustrasi - dokpri
Ilustrasi - dokpri

------

Definisi Ramadan di generasi terbaik jaman dulu, bisa kita temui di kitab Lathaif Al Ma'arif ditulis Imam Ibnu Rojak Al Hambali. Salah satu ringkasanya adalah, bahwa di dalam bulan Ramadan ada hal hal lembut yang hanya dirasakan oleh yang bersungguh-sungguh. Sehingga hari hari di bulan Ramadan, menjadi hari yang efektif dan produktif.

Saya menarik satu kata kunci, yaitu bersungguh-sungguh. Kata manjur ini, bisa diterapkan di semua aspek kehidupan.

Dalam hadits Rabbani (hadits Hudtsi), "Seluruh amalan anak Adam untuk mereka sendiri, kecuali puasa. Sungguh, ibadah puasa itu untuk-Ku. Akulah yang langsung akan memberikan imbalannya. Puasa adalah perisai." (Shahh al-Bukhri: 1904).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun