Sebegitu bergegasnya waktu, sebentar lagi 17 tahun usia pernikahan kami meniti. Jawaban atas berliku menemukan belahan jiwa dulu, seolah terbuka dengan sendirinya. Drama menemukan jodoh di masa lalu, akhirnya membawa hikmah mendalam.
Saya bersyukur, atas karunia kehidupan maha dahsyat. Bahwa sedih, senang, lapang dan sempit, tenang gelisah, semua dipergilirkan untuk setiap manusia. Hanya iman yang bisa menjadi peganganan. Â Iman adalah alasan manusia, untuk berusaha tegak sederas apapun badai dilalui.
Hikmah di Balik Susah dan Lamanya Bersua Belahan JiwaÂ
Di tahun kelima bekerja, alhamdulillah saya bisa membeli motor secara kredit. Dengan uang muka cukup tinggi, saya mengambil tiga tahun periode cicilan. Motor menjadi harta termahal dimiliki, sangat disayang dan dirawat sepenuh hati.
Sebelum tanggal sepuluh di awal bulan, angsurannya selalu dibayarkan. Demi membayar tepat waktu, saya memutar otak mencari tambahan. Selain gaji diterima, dibela-belain jualan baju, mukena, mie instan, ditawarkan ke teman kampus dan kantor.
Serupiah dua rupiah begitu berharganya, mewakili butiran keringat yang keluar dari pori-pori. Meski bersusah payah, saya menikmati kerja keras itu. Tidak ada sedikitpun penyesalan, justru tekad melunasi angsuran sedemikian besar.
Sampai malam naas itu datang, tepat setelah cicilan ke duabelas dibayarkan. Bahwa roda dua yang keberadaannya diusahakan dengan susah payah, enyah dari tempatnya. Selesai shift kerja malam, menjadi detik-detik memilukan. Saya limbung, diselimuti kesedihan yang sangat.Â
Rasa sedih campur kalut, belum pernah saya rasakan sebelumnya. Betapa setiap tetesan keringat sangat berharga, sontak dirampas dan menguap tak meninggalkan bekas.
Dengan dada masih sesak, waktu demi waktu keruwetan itu terurai. Sedih memang, tetapi hidup musti terus berjalan. Di benak tumbuh perspektif baru, seberat apapun kejadian, tugas manusia adalah ikhtiar.
Demikian pula soal jodoh.
---