Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pasangan Saleh Salihah Bukan Jaminan Langgengnya Pernikahan

20 Maret 2022   10:31 Diperbarui: 20 Maret 2022   11:03 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; Kompas.com

Dulu, saya suka tidak terima. Mendapati pasangan, yang saya tahu keduanya orang baik, tetapi kenyataannya mereka berpisah. Si suami terbukti saleh (saya tahu itu), dan sang istri semisal. Di perjalanan berumah tangga mereka gagal, keduanya memilih bercerai. Sungguh, saya sangat menyayangkan keputusan tersebut.

Tetapi di kemudian hari, sikap saya menjadi mahfum. Bahwa setiap orang memiliki badai, ngarai, ombak, duri yang harus dihadapi. Orang baik bukan jaminan, jalan ditempuh selalu mulus. Tetapi (semoga) mereka bisa mengambil hikmah, dari setiap kepahitan yang dihadapi.

Karena dalam kehidupan rumah tangga,  niscaya akan  menemui kejutan-kejutan tak terduga. Sangat dibutuhkan kekompakan keduanya, melewati setiap riak samudra. Bahwa pasangan saleh dan salihah saja tidak cukup, bukan jaminan rumah tangga langgeng. 

Ada faktor lain tidak bisa diabaikan.

------

Dalam sebuah kajian, saya menyimak kisah pasangan saleh dan salihah. 

Adalah Zaid bin Haritsah (putra angkat Nabi Muhammad SAW) dan istrinya Zainab binti Jahsi. Keduanya di lingkaran dekat manusia mulia, tidak diragukan dalam ketaatan ibadah. Dua belas bulan usia pernikahan, Zaid menghadap Rasulullah. "Curhat" soal istrinya. Konon Zainab kalau berbicara, (sudah karakternya) kalimat dipilih relatif tajam (bukan kasar, ya) dan to the point.  Sementara Zaid cenderung lembut berucap, sehingga merasa kurang nyaman.

Baginda Nabi menyarankan Zaid bersabar dan bertahan, tetapi setelah dicoba beberapa waktu tetap tidak kuat. Akhirnya pernikahan tidak bisa dipertahankan, dengan sepengetahuan Rasulullah keduanya bercerai. Nabi yang setiap ucapan diaminkan langit, mendoakan masing-masing mendapat pasangan lebih baik. Kelak Zaid menikah lagi, kemudian lahirlah Usamah bin Zaid adalah panglima termuda (18 th) di sepanjang sejarah islam.

Para ahli ilmu dan ulama sepakat dan  mengambil ibroh, bahwa pasangan suami saleh dan istri salihah sangat diperbolehkan. Tetapi ada faktor yang tidak bisa diabaikan, adalah tentang kesetaraan atau kesepadanan (di Quran disebut sekufu). Dalam kisah ini, Zaid bin Harisah dulunya budak (telah bebas), sementara Zainab, wanita Quraish adaah nasab terhormat di Arab.  

Perbedaan latar belakang ini, besar peranan memengaruhi sikap, ucap, tindakan keduanya. Ketidaksetaraan atau kesepadanan keduanya tidak mendapati titik temu. Ketika Zaid tidak bisa naik dan Zainab tidak bisa turun.  Seandainya masing-masing bisa menyesuaikan, kemungkinan perceraian tidak terjadi.

Etapi, soal kesepadanan sangat mungkin bisa ditemukan.

Contohnya adalah Rasulullah  yang kala itu sebagai karyawan, menikahi atasannya yaitu Siti Khadijah notabene saudagar kaya di Mekkah.  Namun Rasulullah dan Siti Khadijah bisa saling menyesuaikan.

Sebagai wanita mulia Siti Khadijah paham dan sangat mengenal, bahwa sang suami ahli dagang disegani dan sangat memegang amanah. Setelah menikah, diserahkan seluruh harta untuk dikelola. Baginda Nabi sangat berwibawa, dengan keteladanan tak lekang di makan jaman.  Membuat hati Khadijah takluk, sangat tergantung kepada sang suami.

Bahwa kedudukan suami adalah qowwam (pemimpin) bagi istri, telah diatur dalam syariat. Kewajiban suami menafkahi dan mengayomi keluarga, sejatinya menjadi jalan mempertahankan fitrah kepemimpinan tersebut. 

Berbahagialah para ayah, ketika istri dan anak-anak begitu tergantung.  Hal demikian jelas menunjukkan, bahwa kalian dipercaya dan dimampukan kehidupan mengayomi mereka. Sebagai isyarat bahwa qowammah (jiwa kepemimpinan) itu, masih dijalankan dan digenggam dengan baiknya.

Pasangan Saleh Salihah Bukan Jaminan Langgengnya Pernikahan

Sumber gambar ; cahayanabawi.com
Sumber gambar ; cahayanabawi.com

Kompasianer, di jaman sekarang kita akrab istilah mak comblang.  Orang atau pihak, yang menjadi perantara dua orang untuk maksud dijodohkan. Pertemuan saya dengan istri belasan tahun lalu, juga diperantarai seorang teman. Belajar dari kisah Zaid dan Zainab, soal menjodohkan ternyata tidak bisa sembarangan. Ibarat konsep dianut orang Jawa, tentang bibit, bobot dalam memilih pasangan. Kemungkinan konsep ini, mengadopsi konsep kesetaraan atau kesepadanan.

Karena tidak bisa dipungkiri, setiap kita memiliki kecenderungan untuk bisa 'klik' dengan seseorang. Orang yang sepadan, kalau ngobrol biasanya nyambung satu dengan yang lain. Orang yang sepadan, relatif se-frekwensi dalam memandang persoalan. Sehingga bisa saling mengisi, bisa saling menyesuaikan.

Tetapi sepadan, tidak semata-mata dilihat dari penampakan fisik, dan status sosial saja. Alasan kesepadanan sifatnya abstrak, tolak ukurnya berada di hati. Tetapi bukan berarti, membuat saklek atau standart kaku dan cenderung egois. Soal meraih kesepadanan, ada ilmunya, ada seninya.

Baca :  Mencari Tambatan Hati dengan Dijodihkan Ibarat Menihikan Gengsi

Agama mengajarkan, ada tahapan dalam memilih pasangan. Kompasianer bisa belajar lebih mendalam, dan memraktekan dalam laku keseharian. Karena usaha menemukan jodoh, perlu ikhtiar lahir batin. Secara lahir kita meluaskan pergaulan, secara batin menguatkan doa dan ritual ibadah.  

Yakinlah, semesta mempunyai cara untuk menjawab, bagi yang bersungguh-sungguh dalam berikhtiar. Termasuk menjawab doa, dipertemukan pasangan sepadan atau setara atau sekufu. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun