"Ra isin, koyok bocah cilik ae, rioyo nganggo klambi anyar,"Â ("Nggak malu, kayak anak kecil saja, lebaran pakai baju baru")Â
Ada yang unik di kampung kami, selepas baligh (umumnya masuk SMP ) mulai enggan berbaju baru saat lebaran. Kalau nekad, biasanya dijauhi teman sebaya. Setelah sebelumnya dikata-katain, mendapat sindiran atau celetukan tak mengenakkan.
Entahlah, bagaimana dulu muasalnya. Kami anak-anak puber, membuat kesepakatan tidak tertulis. Bahwa ada lewat masanya soal baju lebaran. Â Memakainya, justru membuat olok-olok.
Tidak hanya soal baju, kami membuat group keliling lebaran sendiri. Tidak bergabung dengan ibu dan ayah, memilih bersama kawan seumuran. Rute keliling lebih random, konsekwensinya tidak mendapat uang lebaran.
Kami anak baru gede (ABG), seperti butuh perlakuan layaknya manusia dewasa. Bertamu ke tetangga, ngobrol dan makan kue lebaran seperlunya. Setelahnya bersalaman dan pamit, tanpa adegan dijejali uang.
Tidak berbaju baru, tidak mendapat sangu, sangat tidak masalah. Saya merasakan, ada yang membuncah di dada. Yaitu mendapat pengakuan sebagai orang dewasa.
Baju Seragam untuk Lebaran ala Ibu
Jauh setelah masa berselang, akhirnya saya mengetahui alasan seragam lebaran. Alasan yang membuat luluh hati ini, dan menumbuhkan rasa haru. Ibu penuh pertimbangan, untuk memutuskan jenis baju lebaran untuk anaknya.
Sengaja membeli bahan batik, dijahit dengan model lengan panjang/ pendek. Â Agar setelah lebaran, baju lekas disimpan dan dipakai lagi untuk acara formal lainnya. Misalnya ke pernikahan keluarga, atau ke kegiatan keluarga besar yang lain.
Baju batik tentu lebih awet, karena tidak dipakai dalam keseharian. Selain gerah, bahan kain tidak cocok untuk bersantai. Berbeda kalau dibelikan kaos, biasanya langsung dipakai sehari-hari. Bahan kaos yang casual, mendukung untuk dipakai bersantai.
Setelah masuk bangku SMP, kalau mendapat uang saya tabung. Biasanya membeli kaos jauh hari, dipakai beberapa kali kemudian disimpan. Cara demikian cukup efektif, teman sebaya tahu kaos saya pakai saat lebaran bukan kaos baru.Â
Sejak saat itu, baju baru lebaran tidak lagi jadi masalah. Sikap yang sama, lebih dulu dilakukan kakak-kakak.