Dan sekarang -- sebagai ayah -- saya memahami, mengapa ayah keukeuh tidak setuju dengan keputusan saya anaknya (kala itu).
Pun menyikapi keputusan anak lanang, saya bisa merasakan sedihnya kalau tidak diberi kesempatan berpendapat dan memiliki pendirian.
Benar, saya sangat menghormati dan menyayangi ayah. Beliau sosok sederhana dan irit bicara, saya mengakui.
Tetapi tak dipungkiri hubungan kami tidak cair, tidak bisa leluasa berkomunikasi.
Berbeda dengan ibu, kedekatan saya nyaris tak berjarak dan tak terdefinisi.
Saya bisa curhat dan bebas ngobrol topik apapun, kami saling mengisi dan menyayangi.
Sampai sekarang ibu segalanya, beliau seperti jimat kekuatan saya.
Meski sejak merantau, bekerja, berkeluarga, saya menghindari berkeluh kesah kepada ibu apalagi ayah.
-----
Belajar dan bekerja dari rumah, membuat kami -- ayah dan anak---punya banyak waktu bertemu dan berinteraksi.
Anak lanang yang sudah masuk jenjang SMA, sudah merencanakan langkah setelah lulus.