Ini pengalaman banget, dulu saya tidak lolos SBMPTN (zaman itu namanya masih UMPTN -- Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Sedihnya nggak ketulungan, saya masih mengingat setiap detil kejadian itu.
Padahal saya sudah belajar dari jauh hari, ikut bimbel tiga bulan sebelum ujian diadakan. Memperbanyak ibadah dan doa, itupun ditambah puasa sunah segala--hehehe.
Tapi kegagalan itu nyatanya membawa hikmah, membalikan jalan hidup dan cara berpikir.Â
Setelah jauh hari saya mensyukuri, atas setiap cobaan hidup yang pernah terlewati. Termasuk peristiwa pagi itu, saat dinyatakan tidak masuk perguruan tinggi negeri.
Buat adik-adik, yang sekarang gagal menembus PTN. Ingat, langit tak bakal runtuh hanya karena gagal SBMPTN.
Sedih boleh, tapi seperlunya saja.
Perjalanan kalian masih panjang, masih banyak kemungkinan baik sedang menunggu di hari-hari mendatang.
Percayalah itu.
----
Sebagian ada yang menyertakan tangkapan layar, sehingga terbaca jelas nama siswa, nomor ujian, fakultas dan perguruan tinggi negeri-nya.
Sebagai orangtua, saya bisa merasakan kebahagiaan itu. Karena sesungguhnya, kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orangtua.
Meskipun untuk pencapaian itu, peluh dan keringat orangtua disiapkan. Mengantar anak duduk di bangku sekolah tinggi, tentunya dibarengi dengan lanjutan perjuangan berikutnya.
Buat adik-adik yang diterima di PTN , selamat. Kesempatan di sekolah tinggi impian, musti digunakan dengan sebaik-baiknya.
Kalian musti mulai serius menyiapkan masa depan, mengingat tak lama lagi kalian memasuki dunia kerja.
Moment masuk perguruan tinggi ini, saya yakin membuat terbuka mata kalian. Betapa pengorbanan orangtua tak ada hitungan, perjuangan ayah ibu tak ada pamrih.
Setidaknya itu yang saya rasakan, dulu ketika baru mendaftar ke PTN. Saya tahu ayah dan ibu sedang prihatin, tetapi biaya itu diusahakan dengan sangat untuk anaknya.
Maka ketika tidak diterima di PTN, di kepala ini justru muncul wajah ayah dan ibu. Saya tak tega mengecewakan mereka, yang sudah habis-habisan support moril dan materiel.
Tetapi justru mereka yang membesarkan hati, mengatakan bahwa kegagalan adalah sebuah kewajaran.
Masih banyak kesuksesan di depan sana, siap diraih asalkan dibarengi kesungguhan.
Ingat Adik-adik, Langit Tak Bakal Runtuh Meski Gagal SBMPTN!
Kisah gagal SBMPTN terjadi setiap tahun, sungguh menguras emosi bagi yang tidak siap. Tetapi di satu sisi saya merasakan, proses pendewasaan justru dimulai saat itu.
Saya yang sebelumnya (kala itu) bergantung pada orangtua, terpantik pemikiran baru, tentang langkah apa yang musti dilakukan ke depan.
Kemungkinan keberhasilan di bidang lain, masih terbuka di luar sana. Dan itu yang musti diperjuangkan.
Adik-adik, setelah kesedihan mulai mereda. Sebaiknya segera berpikir, langkah selanjutnya. Jadikan orangtua, sebagai tempat timbang saran.
Kalaupun ingin mencoba SBMPTN tahun depan, akan digunakan untuk apa waktu menunggu menuju ujian.
Apakah ingin bekerja, sembari menyiapkan ujian tahun berikutnya. Atau ingin kursus ini dan itu, sekali lagi bicarakan dengan orangtua.
-----
Kalau saya dulu memilih bekerja, sembari membawa buku di tempat pekerjaan. Ujian tahun kedua gagal lagi, saya sudah tidak terlalu sedih.
Akhirnya memutuskan mengambil kelas malam (di kampus swasta biaya terjangkau), tanpa meninggalkan pekerjaan.
Kuliah sambil bekerja memang tidak ringan, membagi waktu, tenaga, dan dana (pastinya) tentulah capeknya bertumpuk.
Tetapi saya meyakinkan diri, sudah banyak orang sebelumnya melakukan hal itu dan terbukti bisa.
Saya terinspirasi quote, "Pekerjaan berat yang setiap hari dikerjakan, lama kelamaan akan menjadi pekerjaan yang biasa."
Saya menganalogikan quote di atas, seolah saya mengakut karung berisi 50 kg beras. Kali pertama beras dipanggul, setelahnya badan dan punggung akan pegal-pegal.
Tetapi setelah berulang-ulang memanggul beban yang sama, maka tubuh terbiasa, lama-lama beban 50 kg tak terasa beratnya.
Pun soal tantangan hidup.
Dan setelah terjun ke dunia kerja, saya kenal dengan aneka ragam teman. Ada teman yang lulusan PTN ternama, nyatanya tidak melulu mengungguli saya dalam hal prestasi di pekerjaan.
Persaingan di kehidupan nyata sungguh kompetitif, sedang berhasil atau tidaknya seseorang tak dilihat dari perguruan tinggi tempat menimba ilmu.
So, ingat adik-adik, langit tak bakal runtuh meski gagal SBMPTN!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H