Saya yang pagi harinya harus ngantor, musti menahan kantuk dan mencuri waktu merem sebentar.
Setelah tri semester pertama terlewatkan, maka tahapan dan tantangan dihadapi berikutnya juga berbeda.
Sewaktu beranjak usia kanak- kanak, saya pernah dihadapkan pada situasi kurang ideal. Di tengah sholat jumat berlangsung, anak lanang usia lima tahun itu berbisik hendak pipis.
"Diam nggak", ucap saya dengan nada menahan emosi dan geregetan.
Kalimat tersebut nyatanya tak manjur, tangisan semakin menjadi bahkan disertai rengekan.
"Kalau gak diam, nanti gak beli jajan atau mainan", saya mengiming-imingi.
Ya, anak lanang akhirnya diam. Tetapi di lain waktu, hal serupa terjadi lagi.
Menurut Dr. Rose Mini M.Psi, psikolog dan dosen, "Strategi iming-iming sebenarnya tidak efektif, di kemudian hari hal sama akan terulang. Anak akan menghapal kebiasaan ayah atau ibunya kalau dia menangis, sehingga menjadikan menangis sebagai cara untuk mendapat "sesuatu".
Iming-iming Bukan Cara Ideal Mengatasi Anak Rewel
Sebagian orangtua tidak sabar -- termasuk saya--mengatasi anak rewel di tempat umum. Jurus pintas dijadikan andalan, yaitu iming-iming mainan atau makanan diminati anak.
Memang sih, iming-iming membuat anak rewel seketika berhenti, tetapi dalam jangka panjang, iming-iming saya rasa kurang efektif.