Saya mengamini pentingnya keberadaan anak, dalam sebuah rumah tangga. Sampai-sampai sebutan "buah hati", dipilih sebagai kata ganti sebutan anak.
Anak ibarat magnet atau perekat hati ayah dan ibu, hal ini terasa ketika keduanya sedang berselisih paham.
Mengingat-ingat wajah anak saat berantem dengan pasangan, membuat ego bergolak seketika pupus. Membayangkan kepentingan anak-anak di hari depan, menumbuhkan sikap mengalah demi mereka.
Sejatinya kita orangtua, berutang banyak hal pada anak-anak. Berutang pengajaran tentang kesabaran, tentang keteguhan dan lain sebagainya.
Kalaupun (misalnya) ada orangtua keukeuh berpisah, anak yang menjadi korbannya. Kebetulan saya ada kenalan, anaknya limbung setelah ayah dan ibu bercerai.
Anak seperti dibuat kebingungan memilih, antara ikut ayah atau ibu karena keduanya memiliki kedudukan saling melengkapi.
Meski tidak sedikit kita dapati, anak (nantinya) berprestasi meski ayah dan ibu tidak hidup bersama.
Selain sebagai (salah satu) sumber bahagia, kehadiran anak bisa sebagai ujian. Kedewasaan orangtua semakin terasah, saat menghadapi tingkah polah anak- anaknya.
-----
Saya dan istri pernah mengalami, capeknya fisik mempunyai balita. Terutama di tiga bulan pertama kelahiran, saban malam kami suami istri ngeronda.
Kami gantian menggendong anak, yang maunya diayun-ayun kalau mau tidur. Ketika saya coba letakan di ranjang, mendadak anak bangun dan menangis.