Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Meluapkan Amarah pada Buah Hati dengan Cara yang Tepat

29 Mei 2021   15:07 Diperbarui: 29 Mei 2021   22:15 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marah pada anak dengan cara yang tepat (Sumber: pexels/Alex Green)

Kompasianer, menyandang predikat sebagai orangtua, ibarat memikul amanah tidak main-main. Sungguh tidak mudah, kerapkali berada di kondisi menguji kesabaran.

Benar kata orang bijak bahwa menjadi orangtua musti terus belajar, karena sekolahnya sepanjang hidup, kemudian ujiannya tak kenal waktu.

Bagaimanapun, orangtua tetaplah manusia biasa. Tak bisa lepas dari letupan amarah, termasuk marah pada buah hati.

Dan kadang marah yang tidak sembarangan, kategorinya benar-benar marah banget. Ditandai intonasi suara meninggi, pemilihan kalimat tajam tak bersahabat, bola mata melotot, pokoknya menyeramkan.

Sebagai orangtua saya paham, bahwa orangtua bisa semarah itu. Tetapi para ayah dan ibu, please marahnya jangan sampai kebablasan ya.

Tetaplah ditahan sebisa mungkin, supaya tidak menyesal di kemudian hari.

-----

Saya masih mengingat dengan jelas bahkan bisa merasakan ulang ketakutan itu--- tetapi saya sudah memaafkan. Ketika ayah marah besar, setelah ibu mengadu ulah bungsunya di warung yang ada di pasar.

Ketika itu sedang ramai pembeli, saya merengek minta dibelikan jajan. Ibu mengukur waktu karena masih melayani pembeli. Setelah agak sepi selembar uang diberikan, dan ketika saya hendak membeli ternyata jajanan sudah habis.

Sementara pasar masih ramai, saya kembali ke warung ibu sambil menangis kencang. Bisa dibayangkan, bagaimana malunya ibu di hadapan para pelanggan.

Kejadian memalukan sampai di telinga ayah, lelaki kalem itu sontak berubah menjadi sosok sangat menyeramkan.

Tangan ini ditarik, tubuh bungsunya dihempaskan ke tanah pekarangan rumah. Ayah buru-buru masuk ke dapur, meninggalkan saya yang menangis. Sesaat kemudian keluar, dengan membawa ember berisi air.

"BYUUUR", seketika badan saya basah kuyub.

sumber gambar | nakita.id
sumber gambar | nakita.id
Saya menangis sejadi-jadinya, ayah kembali masuk dapur dan keluar lagi dengan ember berisi air. Dan suara "BYUR" kedua, tertangkap telinga.

Si bungsu, memang salah dalam soal ini tetapi rasa takut mengusai, sampai saya enggan bersitatap dengan sorot mata tajam itu. Kata-kata begitu menyentak, seperti kiamat kecil bagi anak sekecil saya (kala itu).

Di kemudian hari setelah menjadi ayah, saya juga pernah semarah itu pada anak lanang. Saya ayah yang sedang kesal, meluapkan kemarahan sejadi-jadinya.

Malam setelah kejadian pengguyuran, ayah membaik-baiki anaknya. Kalimatnya halus menyejukkan, seolah ingin mengobati luka tertoreh dihati jagoannya.

Pun saya, setelah kemarahan kepada anak lanang. Seharian saya gendong, sebagai bentuk penyesalan dan permintaan maaf.

Batin ini menyesal banget, kemungkinan besar perasaan ayah saya begitu adanya.

Meluapkan Amarah pada Buah Hati dengan Cara Tepat

Seorang ibu sibuk, menyiapkan jamuan untuk tamu sang suami. Sementara sang anak, bermain di halaman. Setelah semua makanan tertata rapi, tuan rumah mengajak tamunya berpindah ke ruang makan.

Saat semua bersiap-siap hendak bersantap hidangan, anak tuan rumah ikut-ikutan masuk. Tanpa disangka, tangan anak kecil itu menaburkan debu ke makanan.

"Pergi kamu. Biar kamu jadi imam masjid Haramain"

Syekh Sudais nama anak kecil itu, lahir tahun 1960 di Riyadh ibu kota Arab Saudi. Kemudian tumbuh menjadi anak cerdas, hafal Quran di usia 12 tahun dan pada usia 24 tahun menjadi imam di masjidil haram di kota Mekkah.

Wallahu'alam, kejengkelan (kemarahan) sang ibu sewaktu kecil, ternyata berubah nyata.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Cukuplah kita orangtua, belajar dari keteladanan kisah ibunda Sudais. Bahwa dalam amarah, upayakan selalu menggunakan perkataan dan kalimat yang baik. Manusia tempatnya salah, tetapi kita juga musti belajar dari kesalahan.

Marah sesuatu yang wajar, karena menusia dianugerahi emosi. Tetapi setelah kehidupan memroses menjadi dewasa, sebaiknya kemarahan orangtua bisa dikelola agar tidak berlebihan.

Sebaiknya berhati-hati dengan kemarahan akibat dirasakan bisa dalam jangka panjang. Dan rasa menyesal itu, tidak mudah untuk dihilangkan.

Meluapkan amarah pada buah hati dengan cara yang tepat. Adalah dalam kejengkelan yang sangat, kalimat dikeluarkan tetaplah kalimat yang baik. Berharap bisa menjadi doa, agar buah hati kelak menjadi manusia bermartabat- Amin.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun