Kompasianer, hari ini kita berada di bulan Syaban. Bulan ke delapan kalender Hijriyah, bulan dianjurkan memperbanyak puasa sunnah. Di pertengahan bulan ada malam Nifsu Syaban, umat muslim lazim mengisi dengan membaca yasin diantara maghrib dan Isya.
Di ujung Syaban akan disambut Ramadan, bulan mulia yang mengantarkan rahmat bagi seluruh alam. Bulan mustajab untuk melangitkan doa pengharapan, bulan menjanjikan berlipat pahala untuk setiap ibadah di dalamnya.
Senyampang masih ada waktu, mari kita mempersiapkan diri menyambut Ramadan. Bukan sekedar bersiap takjil, menu berbuka dan sahur, bukan sekedar bersiap baju koko atau mukena, bukan sekedar menyusun jadwal buka puasa bersama.
Mari bersiapkan lebih dari sekedar persiapan fisik, yaitu bersiap mental dan spiritual. Demi meraih keutamaan bulan suci, sebuah pencapaian sejati yang dibutuhkan diri sendiri. Sudah menjadi sunatullah bahwa setiap pencapaian, terdapat effort tidak kecil dibaliknya.
Kompasianer's, sebagai orang dewasa (saya yakin) sudah puluhan Ramadan dilalui. Mulai kanak-kanan dan berlatih menahan lapar dahaga, hingga dewasa dan hidup mengembara. Kalau mau jujur, sebagain kita masih begini saja tak ada perubahan siginifikan.
Ibadah sholat kita masih jauh dari definisi khusyu, tak jarang melalaikan karena urusan kesibukan. Perilaku kita kadang tidak mencerminkan perilaku orang beriman, tak risih menyakiti orang lain dan mengambil yang bukan hak.
Dari beberapa sumber saya baca, setidaknya ada tiga tanda orang berhasil menjalankan puasanya. Selepas Ramadan gemar sedekah baik saat lapang atau sempit, tanda kedua adalah mampu menahan amarah, dan ketiga mampu memaafkan kesalahan orang lain.
Ramadan demi Ramadan telah berlalu, alangkah merugi apabila tidak membawa perubahan. Sementara kita tidak bisa menjamin, apakah di Ramadan selanjutnya akan dipersuakan. Kita sama sekali tidak bisa mengetahui, batas usia yang dititipkan Sang Khaliq.
----
Ramadan tahun lalu (2020) kita dibuat terkaget-kaget, bulan mulia (terpaksa) kita lalui dengan sangat berbeda. Kebiasaan yang (seolah) dilanggengkan di bulan ramadan, sebagian besar nyaris tiada karena hal krusial.
Bayangkan Kompasianer, tak ada kegiatan yang menjadi favorit (terutama) anak dan ABG yaitu ngabuburit. Aktivitas menjelang berbuka, ketika ditemui aneka rupa makanan pembatal puasa dijajakan. Saya pernah berjualan di tengah riuh ini, lebur dan turut merasakan  kemeriahan sembari menunggu bedug maghrib.