Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemuliaan di Balik Tugas Ayah Menafkahi Keluarga

20 Maret 2021   08:18 Diperbarui: 20 Maret 2021   08:56 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada beberapa kasus, saya pernah mendapati kondisi yang membuat miris.  Ada seorang ayah tidak menjalankan fungsi keayahan. Ayah paruh baya tak produktif, menggantungkan hidup kepada istri. Kalau misalnya sedang sakit parah dan atau kondisi fisiknya kepayahan, oke saya paham dan maklum.

Tetapi yang saya lihat adalah "bocah tua" dengan badan perkasa, tetapi geming di rumah tidak meraih fitrah menjalankan syariat. Menghabiskan waktu dengan bertopang dagu, sementara istrinya banting tulang memeras keringat.

Parahnya si lelaki dulunya mengeyam pendidikan tinggi, dibelakang namanya menyandang gelar akademisi Perguruan Tinggi. Sejarah pendidikan masih tampak, terwakilkan melalui kepiawaian berkata-kata. Orang yang baru kenal dan mendengar kalimatnya, sangat mungkin dibuat terkecoh.

Sang istri dibuat tak berkutik soal omongan, seperti berdiri pada ambang garis batas kesabaran. Selanjutnya bersikap tak pernah menghiraukan keberadaan suaminya, daripada menambah beban pikiran.

Lelaki sehat berbadan tegap ibarat ayam sayur, ada dan tiadanya di rumah seperti tidak  ada pengaruh apapun. Lelaki telah menjatuhkan harga dirinya sendiri, seperti tak memiliki kebanggaan.

Sungguh saya dibuat sedih, mengingat saya mengenal keduanya dengan baik. Kami satu kampus, beberapa hari setelah jadian saya diberi kabar gembira dan keinginan menikah setalah lulus.

Saya bisa melihat dan merasakan, rona bahagia dan harapan-harapan besar di pasangan muda saat itu. Tentang rumah tangga ideal, yang mengantarkan mereka mendewasa dan menua bersama. Dan setelah lulus saya pindah ke Ibukota, sempat kehilangan kontak dan putus komunikasi.

-----

Belakangan saya dibuat ketagihan mengikuti kajian Ustad Budi Ashari lc, seorang Pakar Sejarah Islam dan penggiat gerakan keayahan. Banyak materi tentang keluarga dan parenting disampaikan, termasuk pentingnya ayah memegang tonggak kepemimpinan keluarga.

Konon di Quran, Alloh melebihkan kedudukan lelaki sebagai pemimpin wanita. Privillage ini tentu tidak didapat cuma-cuma, musti ada upaya keras untuk menggapainya. Persis seperti seorang dengan prestasi gemilang, pasti tidak didapatkan begitu saja dan tidak datang tiba-tiba.

Tangkapan Layar- dokpri
Tangkapan Layar- dokpri
Saya pernah berkesempatan berbincang, dengan salah satu atlet bulu tangkis kenamaan. Atet ini menceritakan bagaimana dirinya menjalani sesi latihan. Selain berlatih dengan disiplin yang ketat, memiliki mental juara tak kalah penting.

Di waktu lain saya juga pernah berbincang, dengan anak muda yang telah melahirkan sebuah aplikasi. Hasil karyanya telah digunakan banyak orang, memberi kemanfaatan kepada orang membutuhkan. Dibalik aplikasi ini, proses dilewati cukup panjang dan melelahkan.

Dari kedua lelaki hebat saya menarik kesimpulan, bahwa keberhasilan akan berkawan dengan orang-orang tangguh. Bahwa untuk meraih prestasi gemilang, musti membangun dan memiliki mental juara.

Demikian pula untuk menjadi ayah hebat, prasyarat tentang daya juang hebat tak bisa dinihilkan. Menjadikan diri sebagai ayah hebat memang tidak mudah, tetapi juga bukan hal yang mustahil.

Kemuliaan di balik Tugas Ayah Menafkahi Keluarga

Kembali pada kajian bersama Ustad Budi, terdapat bagian yang sangat jleb dan mencerahkan saya. Perihal fungsi ayah menafkahi keluarga, sejatinya sebagai cara kehidupan agar si ayah bisa meraih dan mengenggam fitrahnya.

Bahwa peran ayah menafkahi istri dan anak-anak, sesungguhnya lebih dari sekedar untuk memenuhi kebutuhan saja. Karena kalau tujuannya hanya itu (memenuhi kebutuhan), maka sangat mungkin --suatu saat -- perempuan tidak memerlukan lelaki.

Soalnya ada perempuan yang berpenghasilan lebih besar, merasa lebih pintar mencari uang  dari lelakinya. Dalam keadaan pintar mencari uang, bisa membuat perempuan sangat mandiri dan tak butuh lelaki--- ini juga perlu hati-hati dan ada kajian tersendiri.

Fungsi ayah dalam menafkahi keluarganya, adalah dalam rangka menegakkan qowam (kepemimpinan) dalam rumah tangga. Lelaki yang bekerja keras untuk keluarga, niscaya akan tegak jiwa kepemimpinannya. Istri menghormatinya dan anak-anak demikian juga, karena fungsi tersebut dijalankan.

dokpri
dokpri
Saya meyakini bahwa sunatullah bekerja sangat sempurna, pada manusia yang berupaya menjalankan syariatnya. Termasuk pada ayah yang berjuang mati- matian, istri dan anak tidak serta merta berhenti pada nominal yang dibawa pulang.  

Tetapi yang jauh tertanam di dalam benak mereka, adalah performa kepala keluarga yang telah ikhlas memperjuangkan mereka. Jerih payah ayah yang tak kenal lelah ini, akan menumbuhkan benih kepemimpinan dan teladan yang luar biasa.

Niscaya istri dan anak-anak dibuat bangga, memiliki ayah yang demikian hebat. Ayah yang rela mempertaruhkan diri seutuhnya, berjuang menggapai fitrah demi menegakkan qowamah (jiwa kepemimpinan) di dalam dirinya.

Para ayah, di masa sulit seperti sekarang ini. Mari melihat dari sisi baiknya, betapa terbuka kesempatan emas menegakkan qowam. Yuk terus bergerak, jangan mudah menyerah dengan keadaan.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun