Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelaut Ulung Tidak Lahir dari Ombak yang Tenang, Pun Ayah!

15 Maret 2021   07:27 Diperbarui: 15 Maret 2021   09:38 11573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Singguh saya terkesan kalimat "Pelaut Ulung Tidak Lahir dari Ombak yang Tenang". Menyimak dan merasai makna kalimat ini, seperti mengalirkan semangat dan energi baru ke sanubari.  Saya merasa didorong agar menyediakan diri, bersanding dengan kerasnya tantangan dan ujian kehidupan.

Saya sendiri mengartikan kalimat di atas,  bahwa tidak ada ketangguhan yang diraih tanpa proses yang tertatih dibaliknya. Seandainya saja si pelaut, memilih melaut disaat ombak  tenang dan cuaca cerah bersahabat. Besar kemungkinan dia menjadi pelaut biasa-biasa saja.

Pelaut yang enggan menghadang ombak mungkin fisiknya ringkih, terkena angin sedikit saja langsung mabuk laut, bertemu riak besar sebentar kepalanya pusing mudah masuk angin dan seterusnya.

Jika hal demikian berkelanjutan, niscaya ikan dijaring dan dibawa pulang tidaklah banyak. Tak ada ketangguhan tak ada tekad kuat di dada si pelaut, sebab tiada proses penuh greget dilewati akibat enggan mengambil resiko.

Kompasianer, mungkin pernah membaca Tetralogi Laskar Pelangi, terutama pada sekuel keempat berjudul Maryamah Karpov. Ada bagian dari buku ini, mengisahkan perjuangan Ikal menemukan A Ling -- sepulang kuliah di Sorbon.

Pemuda sederhana bermental baja ini, bertekad berlayar ke Pulau Batuan tempat bersarangnya lanun kejam pimpinan Tambok.

Satu bagian cukup epic (dan saya sukai), ketika Ikal menyiapkan perahu dengan bantuan sahabatnya Lintang yang ahli fisika. Tak ayal cemoohan datang dari warga, tetapi tak menyurutkan semangatnya --  ujian mental dihadapi Ikal di bagian ini.

Kemudian perjalanan ke Pulau tujuan tak kalah seru, menghadapi ombak besar dan angin kencang -- kuatnya fisiknya menjadi hal penting di bagian ini. Dengan menemui situasi demikian, intuisi Ikal dalam berlayar terbentuk dan terbukti dia sanggup menaklukkan samudra.

Akhirnya A Ling bisa dijumpai, gadis pujaan yang ditaksir sejak di bangku Sekolah Dasar ( di buku pertama- Laskar Pelangi). Meskipun endingnya berujung menyedikan, yaitu tak mendapat restu orangtua si gadis-- ujian batin dialami sang tokoh. Ikal benar-benar diombang-ambing ombak kehidupan.

Pelaut Ulung Tidak Lahir dari Ombak yang Tenang, Pun Ayah !

Kisah samudra dengan ombak dan badainya, sangat relevan dengan samudra kehidupan dalam arti sebenarnya. Bukan hanya pelaut memiliki tantangan hebat, setiap orang dengan profesinya juga berhadapan dengan ombaknya sendiri- sendiri.

Supir angkot, tukang sayur, abang ojek online, penjual keliling, pemulung, tukang parkir, guru, pelatih renang, penulis, seniman, supervisior hotel dan restoran, pelaku UMKM, tenaga pemasaran, dan seterusnya dan seterusnya.

dokpri
dokpri
Masa pandemi ini siapapun terkena dampaknya. Supir angkot dua kali terimbas, pertama sepi karena masyarakat beralih ke kendaraan online. Kedua orang enggan keluar rumah, jadi semakin sepi. Sementara pengemudi ojek online juga sepi order, karena orang bekerja dari rumah akibar kantor tutup.

Guru dengan tantangan mengajar online, hotel dan restoran dengan kunjungan menurun drastis akibat PSBB, seniman jarang job karena cancel akibat pembatasan event dan seterusnya dan seterusnya.

Masing-masing profesi memiliki ombak sendiri-sendiri, tetapi bukan alasan berhenti berusaha. Saya meyakini bahwa proses ini,  akan melahirkan pribadi- pribadi tangguh itu.

Satu hal lagi tak boleh diabaikan, dari setiap profesi tersebut adalah sosok ayah (atau ibu juga) yang mengisinya. Ayah dengan segenap jerih dan keringat, tengah berjuang keras menegakkan tanggung jawab kehidupan.

Ayah dengan apapun profesinya, sedang menjalankan fitrahnya sebagai qowam (pemimpin) keluarga. Kerasnya ujian dihadapi ayah tidak bakal sia-sia, bisa dijadikan moment mengasah qowamah-nya (jiwa kepemimpinan).

Semestinya para ayah bahagia atas previllage kehidupan ini, pundak kalian menjadi kokoh dan tengah dipersiapkan untuk tugas luar biasa di depan sana.

Ayah sejati tak pernah mengelak, siap maju paling pertama dan paling depan selama menyangkut tanggung jawab keluarga. Ayah sejati bersedia pasang badan, lebur dan hanyut dalam proses kehidupan yang ada di depan mata.

Sebuah kajian mencerahkan saya, bahwa tugas manusia sebatas berjuang maksimal.  Tugas manusia bukan untuk berhasil, karena keberhasilan tidak lebih dari sebuah dampak perjuangan. Maka ayah, berfocuslah pada proses bukan hasil.

Ayah sejati pantang surut langkah dan patah semangat, menanamkan sikap berserah sembari bersetia dengan proses. Kemudian biarkan algoritma kehidupan bekerja, mengantarkan perhitungan paling tepat dan tidak bakal merugikan manusia.

Biarkan kelak sejarah mencatat nama para ayah, setidaknya di kalbu anak dan istri kalian. Toh setiap manusia, cepat atau lambat akan tiba saatnya "pulang". Semua perjuangan dan persembahan, akan dikenang sebesar upaya dikerahkan.

Di masa penuh tantangan, mari dijadikan pembuktikan bahwa kalian adalah ayah tangguh. Ayah yang tetap mengenggam fitrahnya, ayah yang tak melepaskan tugas utama yaitu menafkahi keluarga. Maka kalau ada kalimat, Pelaut Tangguh Tidak Lahir dari Ombak yang Tenang, pun ayah.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun