Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pulang Kampung dan Tengoklah Tanah Kelahiran

16 Januari 2021   20:37 Diperbarui: 20 Januari 2021   21:02 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer yang merantau, saran saya jangan abai dengan kampung halaman. Sesekali kembalilah ke dunia kecil, lupakan sejenak kerasnya persaingan kehidupan di tanah seberang. Hiruplah udara, rasai angin dan air, datangi tempat-tempat dulu, sebelum kalian mengenal dunia luar yang penuh tantangan.

Semasa muda saya punya tetangga di kampung, sangat tahan tak pulang sampai beberapa kali lebaran. Ibu dan saudaranya dilanda rindu, karena jagoan ditunggu tak kunjung bertemu. Hingga suatu saat ayahnya sakit, barulah si anak hilang tergerak melangkahkan kaki pulang.

Sesibuk apapun kalian sempatkan pulang, menjenguk sanak famili dan kerabat yang ada. Guna merekatkan hubungan tali persaudaraan, yang (bisa saja) mulai merenggang karena persuaan semakin jarang. Yakinlah, mereka tak mengharap oleh-oleh khas tanah rantau. Cukup dengan kedatangan kalian, melebihi dari sekedar buah tangan.

Terlebih bagi Kompasianer perantauan, yang orangtuanya masih ada dan sehat. Please, jangan mengulur kepulangan untuk urusan yang sebenarnya bisa ditunda. Ayah dan ibu adalah orang terpenting dalam hidup kalian, sudah selayaknya mereka mendapatkan prioritas dalam segala hal.

Percaya dengan saya, namanya kesibukan tidak akan ada habisnya. Urusan kantor, pertemanan, keluarga, lingkungan, kalau dituruti akan menyita perhatian. Sementara waktu terus melaju tanpa bisa ditahan, beriringan dengan ayah-ibu yang semakin menua. Maka sebelum matahari itu terbenam, janganlah kesempatan pulang dilewatkan.

Pulang Kampung dan Tengoklah Tanah Kelahiran

Pulang ke tanah kelahiran niscaya menerbitkan suasana baru, pikiran di-refresh diajak kembali menemui jati diri. Berpapasan dengan sosok dan wajah masa silam, orang yang dulu kerap menyapa dan sangat karib.

Cerita lampau pun tak ayal kembali diungkit, kemudian benak berusaha mengorek kisah telah berlalu. Kejadian masa kecil yang mungkin sempat terlupa, karena tertumpuk kisah baru. Peristiwa lampau yang penting, terpaksa tenggelam karena kerasnya tantangan hidup dihadapi.

Kembali ke tanah kelahiran, seperti diingatkan perihal asal muasal kehidupan. Bahwa di tanah tumpah darah, menjadi kali pertama indera Penglihatan ini menatap indahnya dunia fana. Tempat ketika tangis pertama pecah, disambut suka cita oleh orang-orang yang menyayangi. Maka jangan enggan pulang, tanggalkan sejenak segenap urusan dunia.   

dokPri
dokPri
-----

Di masa pandemi ini memang tak sebebas sebelumnya, ada prosedur diperhatikan untuk bepergian. Apalagi untuk beranjak ke luar kota, ada tahapan tes swab memastikan hasilnya negatif. So, kalau tidak teramat penting sebaiknya memilih tetap tinggal di rumah.

Kecuali kondisi urgent ada di hadapan, misalnya orangtua sudah sepuh sedang sakit. Kita anak dinanti kedatangan, untuk dijadikan penghibur dan obat pelipur lara. Maka dalam keadaan terpaksa sebaiknya (tetap) diusahakan mudik, menunjukkan perhatian kepada ayah dan atau ibu dicintai.

Jangan terlalu berhitung tentang pengorbanan, apa yang dilakukan orangtua untuk anaknya sungguh tak terbilang ukuran. Sebesar apapun yang anak  hendak lakukan, niscaya tak bakalan bisa menyamai pengorbanan ayah dan ibu.

Pulang kampung dan tengoklah tanah kelahiran, temukan kembali energi hidup yang mengantarkan kalian sampai sejauh ini. Kampung tempat disemai harapan orangtua, untuk masa depan terbaik anak-anaknya.

Pulang kampung dan tengoklah tanah kelahiran, prosesi sakral yang tak sekadar bepergian atau sekadar plesiran. Rasakan belaian tangan yang kini telah keriput itu, resapi hangatnya kasih tulus ayah dan ibu kalian. Reguk dan nikmati besarnya sayang mereka, yang tak pernah pudar meski anaknya telah beranjak dewasa.

Kompasianer, pulang dan tengolak tanah kelahiran. Senyampang masih ada waktu, bersimpuh dan mengharap doa penuh kemustajaban. Senyampang masih ada pangkuan, yang siap menampung kesah untuk beratnya beban hidup.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun