Menjadi ayah tidak hanya siap dengan yang enak saja. Banyak kondisi tidak ideal datang, dan menuntut penyikapan secara dewasa.
Kompasianer yang sudah menjadi ayah, saya yakin pernah mengalami. Berada pada situasi kondisi yang memantik emosi, sehingga tak sanggup meredam amarah.
Apalagi yang punya anak jelang tujuhbelas tahun, biasanya mulai punya pendapat, kemauan dan argumennya sendiri.
Anak sudah berani pergi ke mana-mana sendiri, anak mulai ijin menginap di rumah teman, anak melangkah jauh dengan dunianya sendiri.
Orangtua disatu sisi mulai dilematis, melepas anak dan jauh dari pengawasan. Kadang timbul rasa kawatir, dan biasanya orangtua yang musti meredam.
Tetapi saya juga mulai belajar menerima kenyataan, bahwa hal demikian adalah sebuah keniscayaan (dulu saya pernah mengalami).
Ingat ya, Ayah Tidak Selalu Benar !
Siang itu, saya dibuat kesal dengan sikap anak lanang. Ketika sedang diburu waktu untuk zoom meeting, ada kendala teknis di laptop.
Sementara dari handphone anak, ternyata mudah mengakses kegiatan tersebut (zoom meeting). Tetapi karena alasan lowbat, handphone tidak boleh digunakan (padahal untuk kondisi terpaksa, masih bisa dipakai sambil dicharge).
Sontak kemarahan si ayah muncul, tampak dari nada suara yang meninggi, raut muka tak enak ditampakkan dan gesture medukung.
Suasana mendadak hening, saya hapal kebiasaan di rumah. Istri dan anak-anak biasanya takut, kalau saya mulai kelihatan emosi.