Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menyisip Harap di Ramadan Mulia Tahun ini

27 April 2020   18:59 Diperbarui: 27 April 2020   19:00 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir Februari

"Ayah, perut kakak melilit" suara dari ujung telepon itu mengeluh

"Sudah diobati atau dibawa ke dokter?"

"Semalam di antar Ustad, tapi  sekarang masih sakit"

"Coba, tunggu sampai besok"

Sulung saya di Pondok, beberapa kali mengeluh melilit di bagian perut. Kata dokter ada masalah dengan asam lambung, biasanya dipicu oleh makanan pedas atau stres.

Ibunya sudah hapal, obat apa yang sebaiknya dikonsumsi. Dan itu musti teratur diminum, diimbangi makan yang teratur pula.

Sementara di Pondok, (saya memaklumi hal ini) untuk keteraturan minum obat dan makan, kadang terkendala dengan jadwal belajar atau mengaji. Wali santri mengurusi sekian anak sekaligus, sehingga tidak bisa terlalu focus pada satu anak saja.

Maka solusi paling jitu, adalah membawa pulang anak untuk waktu lima atau enam hari. Agar keteraturan jadwal makan dan minum obat terjaga, dan kondisi badan pulih seperti sediakala.

Meski jujur, saya agak tidak setuju dengan jalan keluar mengajak pulang. Karena anak akan ketinggalan pelajaran, dan sekembalinya ke Pondok punya PR menumpuk.

Maka si ayah biasanya pakai acara ngomel, ketika mendapati sulungnya mengeluh sakit dan pulang. Artinya, anak ini masih teledor masalah makan, padahal sudah punya stok biscuit atau makanan siap santap.

Minggu pertama bulan Maret

"Semalam, Bapak cukup tidur?"

"Hmmm,..."

"Ada lima jam"

Aku menggeleng, sembari tersenyum

"Atau sebelumnya,  pernah terkena darah tinggi Pak"

dokpri
dokpri
Aku ternganga, mendapati pertanyaan ini. Awal bulan ketiga, saya mengikuti kegiatan donor darah. Prosedur paling umum, sebelum diambil darah peserta donor diperiksa tensi.

Menurut petugas, di alat pengukur menunjukkan angka tekanan darah saya agak tinggi. Dan beberapa kalimat disampaikan, membuat saya bungkam dan menandakan si petugas paham.

Ya, semalam saya memang tidur jam sebelas malam, kemudian bangun (sekira) jam tiga dini hari.  Kebiasaan ini kerap saya ulang, terlebih kalau ada deadline yang musti diselesaikan.

Kalau kerjaan sedang banyak dan penuh, saya biasa menggenapkan tidur saat di Bus atau Kereta (itupun kalau dapat tempat duduk).

Percaya sama saya, tidur di kendaraan itu seperti tidur ayam. Mata merem tapi tidak bisa nyenyak, karena telinga mendengar bising kendaraan.

Posisi badan yang tidak ideal, membuat tidur tidak tenang dan sebentar sebentar terbangun (kawatir kelewat dari tempat tujuan).

dokpri
dokpri
Dan menyoal apakah saya pernah darah tinggi.

Empat tahun silam, bobot tubuh ini berada di kisaran satu kuintal. Hingga saya pernah jatuh sakit, hasil diagnosa dokter menyatakan, bahwa saya terkena hypertensi dan ada potensi pelemakan hati.

Dan hal ini kemudian menjadi alasan terkuat saya, untuk merubah pola makan dan gaya hidup. Hingga akhirnya, lemak di tubuh berangsur luntur dan tubuh jauh lebih enteng.

Kebiasaan pusing menghilang, kemudian kalau lari tidak gampang ngos-ngosan dan kondisi tubuh lebih fit.

Tapi, konsisten itu. Ternyata sangat susah.

-------

Rita Ramayulis DCN, M. Kes, ahli nutrisi dan penulis. Dalam sebuah acara, memberi pencerahan pada saya. Bahwa bulan puasa, sesungguhnya memberi kesempatan tubuh mendapatkan signal positif.

Efek puasa, secara otomatis tubuh melakukan penghematan energi. Penggunaan energi untuk tubuh bekerja, akan menurun dibanding saat tidak puasa.

Puasa adalah peluang hidup sehat. Karena tubuh diistirahatkan selama (lebih kurang) 14 jam. Sehingga  terjadi regenerasi (pankreas, usus, hati, kantung empedu, lambung), penurunan radikal bebas.  Secara alami, tubuh mengalami proses detox atau membuang zat beracun dalam tubuh.

Rita Ramayulis (Kiri) - dokpri
Rita Ramayulis (Kiri) - dokpri
Masih menurut ahli nutrisi, ada lho indikasi keberhasilan puasa dilihat dari fisik. Yaitu, Berat badan menjadi ideal ; Profil lipida darah membaik; Kadar glukosa darah membaik; Tekanan darah stabil; Lebih aktif dan produktif ; Pemikiran lebih positif dan focus ; Emosional membaik.

Untuk mencapai keberhasilan (dari sisi fisik) tersebut, sangat perlu diperhatikan asupan pada saat berbuka dan sahur.  Dengan memilih asupan seimbang, yaitu perpaduan karbohidrat, protein, lemak, air, serta serat.

Yang lebih penting, adalah menyesuaikan jumlah kalorinya. Hindari asupan berkalori tinggi, penyebab dehridasi yang menganggu metabolisme tubuh untuk detoksifikasi.

Menyisip Harap di Ramadan Bulan Mulia Tahun ini

Namanya juga manusia, kondisi emosi cenderung naik turun. Saya dalam menjalani gaya hidup sehat, juga kerap jatuh bangun. Kadang malas olahraga, kadang melanggar dengan menguyah makanan pantangan.

Ya begitulah adanya, dinikmati saja dan terus diupayakan konsisten. Tetapi ketika kesadaran (hidup sehat) itu sedang memuncak, musti dimanfaatkan sebaik-baiknya. Termasuk saat bulan puasa tiba.

dokpri
dokpri
Hari ini, terhitung hari keempat bulan Ramadan. Sulung sebelum balik pondok, diberlakukan lock down di Pondok dan santri dipulangkan.

Otomatis selama di rumah, makan dan minum obat terjaga. Kini menjalani ibadah puasa, tanpa keluhan melilit di perut. Alhamdulillah, selama di rumah (keluhan itu) sudah  sangat jauh berkurang.

Saya, selepas donor darah. Sangat memperhatikan jam tidur, dan mulai memilih asupan lebih ketat lagi (karena suka dilanggar). Insyaallah badan lebih fit, semoga bisa menjalankan puasa dengan lancar.

Harapan pribadi di Ramadan 2020, adalah tercurah kesehatan untuk keluarga saya. Si mbarep lancar menuntut ilmu, tanpa dijeda pulang karena sakit.

Tensi darah si ayah stabil, sehingga makin giat menjemput rejeki halal untuk istri dan anak-anak. Demikian pula istri dan anak ragil, selalu diberkahi kesehatan.

------

dokpri
dokpri
Ramadan tahun ini, memang tidak seperti Ramadan sebelumnya. Bahkan seumur-umur, baru sekarang merasakan Ramadan spesial seperti sekarang, bersamaan dengan wabah Corona.

Pandemi Covid-19, membuat kita tidak leluasa beraktivitas. Sholat taraweh dijalankan di rumah, tidak ada buka puasa bersama di masjid atau dimanapun. Tetapi saya meyakini, tidak ada yang sia-sia dihadirkan di muka bumi ini.

Kompasianer, mari kita jadikan Ramadan tahun ini, sebagai titik balik untuk meraih kearifan spiritual. Sehingga tidak sekedar sehat raga, pun sehat jiwa diraih selepas Ramadan dijalani- Amin

Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun