Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pada Dasarnya, Kita adalah Orang Baik!

12 April 2020   14:02 Diperbarui: 12 April 2020   18:46 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer,  coba deh perhatikan. Belakangan ini, muncul gerakan sosial di mana mana. Gerakan dalam skala kecil, tapi dilakukan dan menular ke banyak tempat. Saya sendiri sangat senang, dan berusaha meleburkan diri dengan cara dan sebisa saya.

Di Tangsel berdiri dapur rakyat, yang menyediakan nasi kotak untuk pekerja harian dan warga rentan terdampak gerakan stay at home.

Melalui Ketapels saya ikut mengabarkan keberadaan dapur rakyat, uniknya mereka menerima donasi tidak dalam bentuk uang.

Melainkan dalam bentuk tenaga memasak, tenaga packing, dan tenaga distribusi. Sumbangan juga bisa berupa bahan olahan seperti mie instan, minyak, bihun, tempe, telur dan lain sebagainya.

Dan ada dua teman Ketapels, yang merespon ajakan kemudian berjibaku di dapur ikut memasak.

Sementara di tempat lain, beberapa video berseliweran di TL medsos saya. Ada yang keliling dan bagi-bagi sembako, menyasar pada pedagang kecil dan pemulung.

Ada yang bagi-bagi masker dan hand sanitizer, bahkan ada yang membagi uang cash, kepada orang yang lalu lalang di jalanan.

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Beberapa teman pengurus komunitas, sedang bergerak mengumpulkan donasi, kemudian akan dikirim melalui ojol, dan koordinasi dengan voulenter.

Saya ikut ambil bagian bersama komunitas blogger, yang nantinya menyasar pada orang di sekitar atau lingkungan terdekat.

Sebelum wabah Covid-19, sebenarnya jiwa sosial itu sudah ada meski tidak terlalu muncul ke permukaan. Misalnya pada bulan Ramadan, moment ini dimanfaatkan untuk berbagi takjil menu buka puasa dan sebagainya.

Dan yang paling kerap kita temui adalah selepas sholat jumat, di beberapa masjid rutin dibagikan nasi bungkus atau panganan kue.

Melihat fenomena ini, cukuplah saya mengambil kesimpulan. Bahwa kita manusia, pada dasarnya dianugerahi sikap mulia .

Kita semua, pada dasarnya gemar gotong royong, tidak tega melihat saudara menderita dan tak enggan mengulurkan tangan membantu sesama.

Lalu kemanakah, semua sikap baik itu kemudian bersembunyi?

Hidup dalam keseharian kita, tak lepas dari pertarungan dan kompetisi di berbagai bidang. Mulai dari sekolah, kita terbiasa bersaing mendapatkan nilai dan prestasi yang bagus.

Di lingkungan pekerjaan, untuk mendapatkan komisi, sesama marketing bersaing mencari hasil penjualan tertinggi. Pada level staf bekerja maksimal, agar mendapatkan kenaikan pangkat dan gaji.

Di kehidupan keseharian, kita bersaing mendapat pengakuan masyarakat sekitar. Di lingkungan pergaulan kita bekerja ekstra, untuk tampak menonjol dan dilihat orang.

Di medsos kita berusaha eksis dan mengupayakan sesuatu yang viral, sampai apapun dilakukan untuk tujuan itu.

Dan dari persaingan demi persaingan itulah, kita mulai berstrategi agar bisa terus memunculkan diri, meski caranya adalah (terpaksa) menjatuhkan orang lain.

Demi masuk sekolah favorit, ada yang tak segan lewat pintu belakang, karena nilai si anak tidak memenuhi syarat dan ketentuan.

Di pekerjaan rela sikut sana sikut sini, menjilat pimpinan agar dekat, dan kemudian menjadi orang kepercayaan pimpinan (meski minim prestasi).

Para pejabat berupaya sedemikian rupa, merebut perhatian pemilihnya dengan bagi-bagi sembako, dan setelah itu menggelapkan dana masyarakat.

Di kalangan penggiat medsos, melakukan perilaku aneh agar dikenal netizen, kemudian mengarang cerita yang sebenarnya tidak masuk akal.

Pada Dasarnya Kita adalah Orang Baik

Sebelum lahir di dunia ini, kita semua berwujud ruh yang bernaung  dalam tempat yang suci dan disucikan.  Kita lahir ke dunia dalam keadaan tiada dosa, dan tiada setitik salah dan alfa.

Kemudian dunia fana memproses sedemikian rupa, sehingga (ada sebagian) kita tercerabut dari akar kebaikan yang semestinya menjadi kodrat itu.

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Kerasnya persaingan dan tipu muslihat, perlahan tapi pasti mengeraskan hati kita. Sehingga lupa dengan tujuan hidup, yaitu kembali dalam kondisi suci.

Kenestapaan dan kepiluan, niscaya akan membuat kita ingat akan kesejatian itu. Kedukaan, yang membuka jalan pada pertobatan dan keinsyafan.

Maka, ketika wabah corona menyebar. Kemudian di mana-mana hati tergerak, memang begitulah sunatullah bekerja.

Kita dikembalikan pada esensi keberadaan diri, yang lembut hati, mudah tersentuh dan memiliki empati tinggi kepada sesama.

Virus Covid-19, adalah alasan alam, agar manusia berbalik langkah, setelah terlalu jauh berlari meninggalkan kesejatian. Karena pada dasarnya, kita adalah orang baik.

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun