Kompasianer's, salam sehat selalu dan terus semangat ya. Tak terasa genap dua minggu, kita (tepatnya saya sih) tinggal dan bekerja dari rumah. Sebagai freelancer, (untungnya) saya punya keleluasaan mengatur waktu bekerja.
Selama melakukan isolasi mandiri (bareng istri dan anak-anak),  jujur saja emosi ini  dibuat naik turun. Kadang muncul perasaan legowo dan ikhlas, atau tiba-tiba menyeruak protes dan enggan berdamai dengan keadaan.
Apakah degan penyikapan, semua kondisi drastis berubah? Â NO.
Sunatulloh (hukam alam) atas sesuatu hal tetaplah berlaku pada jalurnya, sebagaimana kodrat yang telah ditentukan keberadaanya.
Suka atau tidak suka, senang atau membenci, menerima atau menyangkal, memahami atau masa bodo, berlapang dada atau melakukan perlawanan.
Semua tidak ada membawa pengaruh, karena semua berjalan sebagaimana mustinya dan yang terjadi musti terjadi. Â TITIK.
Moment seperti ini, sesungguhnya memberi kesempatan kita semua, melakukan introspeksi lebih mendalam, pun kesempatan membenahi diri sendiri.
------
Empat belas hari tentu bukan sebentar, sebagian besar waktu dihabiskan terkungkung di dalam rumah. Hiburan mendominasi, adalah gawai dengan segala aplikasi penghubung pertemanan.
Melalui grup chatting, timbul perasaan senasib sepenanggungan, kemudian bersama mencipta gelak canda, mengisi ruang sunyi dengan saling menghibur dan menguatkan.
Meski sejatinya dibilik benak, kami berusaha keras menyimpan kegalauan masing-masing, dengan cara menggali memori bersinggungan antara satu dengan yang lain.