Otak kami seperti diajak mengingat mundur, tentang kenangan  bersama nama yang baru disebutkan dan telah berpulang ke alam baqa  satu tahun lalu.
Sebagai saudara kami lumayan hapal kebiasaannya, kakak X Â sangat mudah tersulut panik dan berujung stres kalau menghadapi satu permasalahan.
Dan kalau sudah stres, penyakit menahun yang diderita mendadak kambuh dan seisi rumah menjadi kalut dan kalang kabut
Masih terekam jelas di ingatan saya, ketika pagi belum sempurna, langit subuh hendak menjelang dan kabar perihal kepergian saudara kami tercinta tersiarkan.
Hati ini begitu gelisah, keriuhan kecil di WA keluarga menyibukkan kami tentang koordinasi dan berbagi tugas untuk teknis kepulangan dari rumah sakit.
Tangisan bombay tak bisa dielakkan, ketika mobil jenasah merapat ke pintu gerbang depan rumah, disambut berjajar kerabat, handai taulan dan para tetangga.
Kami kakak beradik luluh dalam duka mendalam, hanyut dalam prosesi pemakaman tabur bunga, kemudian mengirim doa bersama tetangga sekitar dalam tahlil selama sepekan.
Di situasi dan kondisi seperti belakangan ini, terbersit di benak saya tentang rasa syukur, perihal kepergian kakak X setahun silam.
Bahwa kepergian saudara kami tercinta adalah takdir itu tak dipungkiri, tetapi penerimaan dan hikmah dibalik semua itu, ternyata baru saya sadari sekarang.
Di WAG keluarga, kami mengingat kejadian tentang tangisan bombay saat penyambutan jenasah. Dan air mata itu, ternyata di kemudian hari berubah menjadi hikmah dan syukur.