Lazimnya para ayah, punya hanya sedikit waktu untuk istri dan anak-anak di rumah. Hal ini berlaku pada (nyaris) semua ayah, di segala lapisan sosial ekonomi pendidikan.
Mulai dari ayah yang petani, ayah pekerja kantoran, ayah pengemudi ojol atau angkutan umum, ayah pedagang, ayah yang bekerja secara mandiri (wiraswasta) dan lain sebagainya.
Tugas dan tanggung jawab pencarian nafkah keluarga, rupanya begitu menyita waktu, tenaga dan pikiran selama seharian.
Ayah berangkat di pagi buta, kemudian seharian bergelut dengan peluh di luar rumah, dan pulang ketika langit berangsur gelap membawa sisa tenaga yang ada.
Saya kagum dengan para ayah yang tangguh, pada pundak mereka begitu sigap memikul beban tak terkira beratnya. Dan untuk hal itu, ayah rela mengorbankan yang dimiliki bahkan dirinya sendiri.
Tak ayal sesampai ayah di rumah, genap sudah tubuh menyandang peluh dan kelelahan. Kemudian hanyut dalam istirahat, istri dan anak-anak tak berani mendekat.
Buah hati dengan langkah jinjit menengok ke ibu, kemudian balik arah dan ciut nyali selanjutnya urung mendekati ayah sedang terlelap.
Si ayah menanggung kecapekan, sangat butuh waktu istirahat mengembalikan stamina. Menyiapkan diri menyambut hari baru, kembali mengulang seperti hari ini dan kemarin.
Entahlah seberapa panjang waktu hendak dilewati ayah, dengan terus mengulangi hal yang sama seperti layaknya menghembuskan nafas.
------