Kompasianer, kita semua diberi kebebasan memilih bersikap. Dan  dari pilihan tersebut, akan memberi dampak pada pemilihnya. Konon hal (pilihan sikap) itulah, yang membentuk dan memperngaruhi kualitas setiap manusia.
Sederhananya begini, dalam sehari kita semua diberi waktu yang sama yaitu 24 jam. Tapi dari rentang waktu tersebut, hasil yang didapatkan setiap orang berbeda-beda.
Coba perhatikan, dengan jatah waktu yang sama, ada anak usia sekolah dasar yang mampu menghapal kitab suci 30 juzz, ada anak seumuran yang juara pada pelajaran menghitung, ada lagi yang pintar bermain alat musik, tetapi ada yang prestasinya biasa-biasa saja.
Pun setelah perjalanan panjang sampai seumuran saya (duh, berasa tua nih), ada yang sudah punya perusahaan, ada yang setia menjadi pegawai kantoran dan ada yang memilih bidang pekerjaan lain.
Sekali lagi Kompasianer catat, betapa dalam waktu yang sama, hasil setiap orang berbeda. masalahnya adalah, pada pilihan sikap.
Saya sepakat, bahwa setiap orang lahir dengan dikaruniai bakatnya sendiri-sendiri (itu yang membuat berbeda). Siapapun bisa tampil dan hadir out standing, dengan membawa kebermanfaatan di bidang masing-masing.
Kelak menjadi pertanggung jawaban di hari pembalasan, sesungguhnya tentang seberapa banyak manfaat diri atas orang lain yang telah kita tebarkan ---wallahu'alam.
Jadi, bukan menjadi "APA-nya yang dipermasalahkan, tetapi di bidang (tentu yang baik) yang Kompasianer tekuni, kemanfaatan apa yang bisa dipersembahkan.
Persis seperti pepatah Arab, "Khairunnas anfa'uhum linnas"; sebaik-baik manusia adalah yang banyak kemanfaatan buat orang lain.
Manusia dimuliakan karena akal peketi-nya, yang kemudian membuat manusia memiliki jiwa survive -- bertahan---sangat tinggi.
Coba kita menengok para leluhur, ketika sistem hidup nomaden masih berlaku, para nenek moyang manusia sanggup menjalani hal tersebut hingga beranak pinak sampai generasi masa kini.
Angkatan 80-an mungkin masih ingat (sambil nunjuk diri sendiri), program pemerintah pada era orde baru yaitu Transmigrasi. Menurut cerita para transmigran asal Jawa, pemerintah menyediakan lahan 2 hektare di Kalimantan dengan PR yang sangat banyak.
Transmigran mengolah lahan di kawasan yang belum subur, dengan masih banyak patok pohon bekas ditebang dan butuh kerja keras dalam waktu panjang.
Nyatanya, seberat dan sekeras apapun perjuangan saudara kita (para transmigran), banyak diantaa mereka yang berhasil menaklukan masa berat.
Saya masih ingat, melalui siaran berita di TVRI (saluran tv satu-satunya kala itu) dikabarkan Presiden memberikan penghargaan kepada Transmigran teladan. Â Â
Kini saya menjadi lebih paham, mengapa Sang Khaliq membekali dan memuliakan kita dengan akal pekerti yang begitu dahsyat.
Tidak lain, karena dengan akal kita menjadi tangguh untuk menghadapi dan menaklukkan tantangan yang ada di dunia ini.
Kesempatan Menggali Jiwa Kreatif Saat Sedang di RumahÂ
Kompasianer, Pendemi Covid-19 tidak terelakkan. banyak negara yang terkena wabah dan ini menjadi keprihatinan kita bersama. Update terakhir status di Indonesia, monggo silakan membuka website yang kredibel -- jangan yang abal-abal ya.
Suka tidak suka, terima tidak terima, kondisi ini adalah kenyataan yang sedang terjadi dan kita bersama sedang hadapi. Kembali ke tulisan saya di awal, setiap kita diberi kebebasan memilih dalam bersikap.
Di laman media sosial, tidak sedikit akun yang berisi keluhan dan ketidakberdayaan. Dan di tempat yang sama (medsos), ada akun yang menebarkan sikap optimis dan semangat.
Ada juga akun yang melihat kejadian, untuk nyinyir dan  (sadar tidak sadar) menyebar hoaks. Tetapi ada yang tetap bijak, membalas dengan santuy dan tidak terprovokasi.
Kompasianer mau pilih sikap yang mana?
Sebagai salah satu admin Komunitas di Kompasiana, waktu rehat di rumah saya manfaatkan untuk menggali ide perihal kegiatan apa saja bisa dilakukan untuk Komunitas.
Silakan Kompasianer menengok akun Ketapels, saya bersama tiga admin sebagai pengurus, kerap berdiskusi via online untuk menghadirkan kegiatan.
Maka lahirlah program "Info Komunitas" , "Aktivitas Online", "Obrolan Komunitas", yang notabene bisa dikerjakan tanpa harus keluar rumah.
Beberapa email dan tawaran kegiatan sosial yang masuk, dengan senang hati saya bersedia bergabung mumpung diberi kesempatan turut dalam kebaikan meski kecil.
Setiap orang diberi kebebasan untuk memilih, dalam kondisi seberat apapun, mari memilih tetap berada di jalan kebermanfatan.
Dan seperti pepatah Arab, "Khairunnas anfa'uhum linnas" ; sebaik-baik manusia adalah yang banyak kemanfaatan buat orang lain.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H