Sekira 16 tahun tinggal di Tangerang Selatan (Tangsel), saya betah dan merasa beruntung. Akses transportasi ke Jakarta banyak dan mudah, dengan lingkungan asri dan fasilitas lumayan lengkap. Hal ini menjadi musabab, sampai detik ini belum terbersit niat pindah.
Kalau akhir pekan, saya lebih sering mengajak keluarga rekreasi di seputaran Tangsel. Danau (atau Situ) di sekitar tempat tinggal, setidaknya ada tiga (dari sembilan) yang bisa saya datangi.Â
Paling dekat adalah Situ Gintung, danau yang pernah jebol di tahun 2009, telah menjelma menjadi lokasi wisata murah meriah.
Langit biru cemerlang di atas danau, rerimbunan pohon di pulau tengah danau. Mengalirkan perasaan tentram, menghembuskan udara segar. Saya tak menyia-nyiakan kesempatan, menghirup sepuasnya anugerah Sang Pencipta.
Eit's, itu baru Situ Gintung. Ada lagi Situ Bungur, jaraknya hanya selemparan dari rumah. Dan Situ Pamulang, cukup dengan lima sepuluh menit waktu tempuh dengan roda dua.
Saya paling betah, berkegiatan di BSD City atau Bintaro. Di kanan kiri sepanjang jalan utama, pepohonan dipelihara dan tumbuh subur. Taman Kota diadakan menjadi paru-paru kota, memanjakan warga akan udara bersih dan segar.
Pengembang kawasan BSD City, tampak serius dalam tata kota. Kawasan perumahan, perkantoran, fasilitas umum, kawasan bisnis, diatur sedemikian rupa. Keren-nya, tersedia bus gratis penghubung satu tempat ke tempat lain.
Dengan keenakan yang sudah saya rasakan di Tangsel, tiba-tiba dibuat kaget dengan berita ini
Dalam daftar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia selama tahun 2019 yang dirilis IQAir, Jakarta menempati urutan ke-126 di dunia dan posisi 5 di Indonesia. Di Indonesia, Tangerang Selatan mengisi posisi pertama kota paling berpolusi dengan rata-rata Particulate Matter (PM) 2.5 sebesar 81,3 µg/m³.  Tangerang Selatan masuk daftar 30 besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan menempati posisi 24" Detik 26 Feb 2020