Kompasianaer, jangan salah paham dulu yes. Memang sih buku karya Fahd Pahdepie ini, judulnya  "Cerita Sebelum Bercerai", tetapi isinya (sama sekali) bukan tentang perceraian.
Setelah membaca beberapa halaman, saya menyimpulkan, buku ini justru mengajak pembacanya untuk merayakan perkawinan.
Penulis buku yang sedianya berjudul "Nasehat Sebelum Bercerai", juga tidak berani menjamin. Bahwa setelah membaca bukunya, kemudian orang yang mula- mula hendak bercerai sontak mengurungkan.
Tetapi bukankah pada dasarnya, setiap orang (saya yakin) tidak ada yang mau bercerai dan tidak ada yang ingin kisah cinta dan rumah tangganya berantakan.
Kompasianer, pasti sepakat akan hal ini !
Gramedia Teras Kota, Minggu 23, Feb 2020. Langit cemerlang di BSD dan sekitarnya, di akhir pekan yang bermanfaat, sehingga langkah dua kaki ini menjadi lebih ringan.
Hari ini tiba waktu, Komunitas Ketapels (Kompasianer Tangerang Selatan Plus) memenuhi undangan peluncuran buku "Cerita Sebelum Bercerai".
Jujur, saya sendiri belum terlalu familiar dengan sosok si penulis. Dan berkat kekepoan saya, akhirnya bisa menemukan rekam jejak digital pria berusia 33 tahun ini.
Kebetulan di beberapa titik di lokasi strategis di seputaran Tangsel, saya mendapati wajah ayah dengan tiga buah hati ini terpampang di baliho ukuran sedang.
Pada tahun kedua pernikahan, pasangan muda ini bisa membayar uang muka (sekira 70%) untuk membeli rumah. Uang pembayaran itu dari kantong istri, bonus dari sebuah proyek design interior.
Saya bisa menebak yang terjadi selanjutnya, yaitu "harkat" suami sebagai pencari nafkah dan penanggung jawab keluarga terusik.
Sejak saat itu, Fahd tidak keberatan menyediakan diri meringankan Rizqa untuk urusan rumah. Hal ini dilakukan, demi membahagiakan sang istri dengan cara yang lain
Titik balik itu akhirnya terjadi, berkat ketelatenan dan usaha dibarengi doa, karir sang kepala rumah tangga naik dan berimplikasi pada perbaikan keuangan keluarga.
Tahun ke empat pernikahan, dari banting tulang peras keringat, sebuah rumah baru (menjadi rumah kedua) dipersembahkan suami penyayang ini.
Tahu nggak Kompasianer, semua dokumen dan surat surat kepemilikan rumah, dibuat dan diatasnamakan Rizka---so, sweet.
"Menurut saya, tak ada kompetisi dalam hubungan suami istri. Sebab kita berada di tim yang sama, tidak sedang berlomba !" -- Cerita Sebelum Bercerai , halaman 241.
Merayakan Kehidupan PerkawinanÂ
Sungguh, saya sempat dibuat terkesiap, begitu membuka buku dan mendapati tulisan sangat menyentuh di halaman depan ( halaman iii, setelah cover dalam).
Untuk Istriku, Rizqa
Aku mencintaimu dengan menyerahkan kepadamu semua senjata untuk menghancurkanku, menceritakan semua rahasiaku, membuka segala kelemahanku, mengajarimu perlahan-lahan untuk waktu yang panjang tentang bagaimana cara membuatku sakit, terluka, bahkan tak bisa menyembuhkannya lagi...sampai aku mati.
Aku mencintaimu dengan cara membuatmu sangat kuat, begitu kuat sehingga aku tak berdaya dalam pelukannmu. Apalagi di dalam pengertian dan kasih sayangmu.
Selamat ulang tahun pernikahan ke -- 10.
Pegalaman saya (yang sudah 15 tahun berumah tangga), sepuluh tahun perjalanan rumah tangga bukan masa yang sebentar dan tidak mudah menjalani.
Pada rentang satu dasawarsa, setidaknya telah melampaui masa penyesuaian yang konon dianggap masa rawan pernikahan. Sepuluh tahun bagi dua pribadi berbeda, punya waktu yang cukup untuk mengenal dan hapal kebiasaan bahkan sampai detil.
Hal ini terwakilkan pada sub bab "Nasihat Pernikahan yang Mungkin Belum Kau Tahu- halaman 50". Berisi tentang berbagi pengalaman kepada Argo, nama seorang teman yang hendak melangsungkan pernikahan.
Bahwa akan tiba pada suatu waktu, suami diminta istri untuk tidur di sofa, atau bahkan tidak dibukakan pintu sama sekali.
Dan jika karenanya perlu berdebat dan mengencangkan suara, segalanya akan lebih buruk apabila di sekitarmu masih ada orang lain, meskipun itu orangtua apalagi mertua.
"Maka, segeralah cari rumah tinggal sendiri. Jika belum sangup membelinya, tak apa-apa mengontrak dulu. Tak usah cari yang mahal-mahak, tak usah cari yang terlalu mewah, karena nanti kamu akan tahu bahwa lebih penting punya teras yang nyaman daripada punya halaman yang luas!" (halaman 51)
Pada bagian ini, saya seperti diajak menengok ke pengalaman sendiri, betapa proses membangun cinta perlu perjuangan dan penyesuaian.
 Tetapi ketika kita sabar dan telaten, maka di kemudian hari (masa itu) akan menjadi cerita menarik sekaligus bisa menerbitkan senyum.
"Maka mencintai dengan setia adalah mencintai dengan penuh tanggung jawab. Kita tahu 'tanggung jawab' adalah terpenuhinya hak dan kewajiban, bukan jika kita merasa berhak menerima cinta dan kasih sayang seseorang, kita wajib menerima seseorang itu apa adanya" (halaman 16)
Saya sengaja, membuat review buku ini ketika baru membaca separuhnya. Tujuan saya, untuk menjaga rasa penasaran (sedikit ngeles juga sih #eh) dan bisa menularkan kepenasaran itu kepada Kompasianer.
"Cerita Sebelum Bercerai" dicetak oleh penerbit Republika, dengan ukuran 13,5 x 20,5 cm. Memasang cover warna terang tidak mencolok tetapi hangat, mengesankan bahwa pernikahan itu harus dilalui penuh kehangatan.
Sebagai pemikul amanah keluarga, saya sangat terinspirasi dengan tulisan di buku ini. Fahd menyajikan dengan bahasa yang ringan, sama sekali tidak ada kesan menggurui.
"Setelah membaca buku ini, saya jadi ingin memberi bunga untuk istrui saya. Ternyata banyak sekali hal yang luput kita syukuri" Hilmi, pekerja seni, tinggal di Tangerang Selatan.
"Baca buku ini kadang senyum. Tapi bikin banyak diemnya. Seandainya saya baca buku ini tiga tahun lalu." Zahra, single mom, tinggal di Bandung.
Semoga bermanfaatÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H