Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikah adalah Kesempatan Mencintai dengan Sepenuh Kesadaran

25 Februari 2020   11:50 Diperbarui: 25 Februari 2020   11:43 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fahd bersama istri -dokpri

Kompasianer, saya yakin pasti tidak asing dengan ungkapan "Cinta itu buta". kalimat ini rasanya sangat tepat, karena memang nyata dan benar terjadi adanya.

Bagi orang yang sedang jatuh cinta, biasanya akan memaklumi apapun yang dilakukan dan terjadi pada pasangannya.

Akal sehat ini seperti tunduk dan diatur sedemikian rupa oleh suatu kekuatan, sehingga yang terjadi adalah pemakluman demi pemakluman keadaan.

Misalnya terjadi salah paham dengan pasangan, biasanya satu pihak langsung introspeksi diri, kemudian mau mengalah dan mengakui kesalahan (biar suasana panas tidak berlarut-larut).

Waktu bekunjung dan mendapati camer berlaku galak, sikap ini (mendadak) sangat dimaklumi dan dipakai sebagai kesempatan membuktikan kesungguhan cinta.

Semua hal yang menjadi penghalang jalan meraih cinta, dianggap sebagai peluang menunjukkan seberapa besar cinta dipersembahkan.

Ya, perasaan cinta yang membabi buta, lazimnya membuat akal sehat seperti dikesampingkan. Dan bagi si pecinta akan merelakan diri, melakukan apapun demi orang yang dicinta.

Ujung dari semua pengorbanan itu, adalah mendapatkan hati yang dicinta dan kemudian mengikat dalam tali suci pernikahan.

Sebagian besar mempelai membayangkan, bisa membangun rumah tangga sehidup sesurga. Yakin akan mampu melintasi onak duri pernikahan, selalu bergandengan dan saling menguatkan.

Suami bersedia menjadi pelindung yang mumpuni, istri sebagai pelengkap dan selalu support, dan anak-anak menjadi perekat yang membangkitkan semangat mempertahankan keluarga.

dokpri
dokpri
Gambaran tentang kehidupan rumah tangga ideal memenuhi benak, dan tak sabar membuktikan bahwa bisa sakinah hingga ajal menjelang.

Saya sangat mendukung semua mimpi setiap pasangan, dan berharap tak gentar dengan segala ujian dan cobaan.

Apakah semua bisa berjalan seideal itu?

Tidak sedikit pasangan tumbang di tengah jalan, dengan aneka alasan yang membuatnya menyerah. Dan kemudian (lagi-lagi) memaklumi, bahwa jodohnya sampai di titik itu.

Menikah adalah Kesempatan Mencintai dengan Sepenuh Kesadaran

Akhir pekan lalu, Ketapels (Kompasianer Tangerang Selatan) mendapat undangan peluncuran buku "Cerita Sebelum Bercerai" karya Fahd Pahdepie. Acara yang digelar di Gramedia Teras Kota BSD ini, membahas suka duka dalam membangun rumah tangga.

Dan ada satu kalimat nara sumber yang menurut saya menarik, yaitu bahwa menikah adalah belajar "mencintai dengan sepenuh kesadaran".

Cinta dengan kesadaran, yaitu mencintai dengan akal sehat dan sesuai porsinya alias tidak membabi buta seperti masa puber.

Fahd bersama istri -dokpri
Fahd bersama istri -dokpri
Mencintai sepenuh kesadaran, berarti kita sangat memahami kekurangan pasangan, dan dengan penuh kesadaran pula mau menerima.

Ujian dalam perjalanan pernikahan adalah, bagaimana bisa mempertahankan perasaan yang sama, dengan kali pertama menyatakan cinta.

Hal ini saya yakin tidak mudah, karena seiring berjalannya waktu satu demi satu watak asli pasangan akan terungkap baik sengaja maupun tidak.

Fase penyesuaian (biasanya pada) lima tahun pertama pernikahan, kalau tidak konsisten dan berkomit, apa yang semua dimaklumi berubah akan dipermasalahkan.

Sikap mertua yang galak, mendadak akan menjadi masalah besar dan memicu keributan (padahal sebelumnya tidak masalah).

Kebiasaan pasangan yang sewajarnya saja, tiba-tiba menjadi sesuatu yang menganggu dan berubah sebagai pangkal perselisihan.

Setelah sekian waktu usia pernikahan, kesadaran akal sehat seperti terbangunkan. Hal-hal kecil yang dianggap tidak pas , mendadak dipersoalkan dan memicu api pertengkatan.

-----

Smestinya, setiap pasangan menengok masa awal membangun pernikahan. Mengingat komitmen pernah diikrarkan, jangan dinodai dengan sikap yang mengangu jalinan pernikahan.

Belajar mencintai pasangan dengan sepenuh kesadaran, adalah upaya yang akan membukakan pintu  menuju ada cinta sejati.

Sang pecinta benar-benar sadar, menerima pasangan dengan utuh komplit (terutama) dengan segala kekurangannya.

Smoga Bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun