Seharian kemarin gaduh, di media sosial maupun media mainstream  menyebut satu nama yaitu Reynhard Sinaga. Di twitter beberapa keyword terkait sempat masuk treding topic, seperti Manchester, Reynhard Sinaga, dan lgbt.
Saya yakin Kompasianer pasti mengikuti, cukup klik salah satu keyword akan terkuak kabar di balik semua yang berhubungan dengan kata kunci tersebut. Yaitu kasus pemerkosaan seorang pria kepada ratusan pria, kemudian diklaim sebagai pemerkosaan berantai terbesar di Inggris.
Pro dan kontra (baca hujatan) tak bisa dielakkan, memberikan pendapat dari berbagai sudut pandang ala netizen (yang tahu semua hal #eh). Di timeline medsos, tak kalah ramai dibagikan ulang cuplikan video dari salah satu TV ternama.
Dan uniknya di salah satu berita disebutkan, bahwa pelaku mengaku merasa tidak bersalah. Menurut pengakuannya, hubungan badan dilakukan atas dasar suka sama suka.
"orangtuanya pasti malu karena kejadian ini", "Sungguh, memalukan bangsa dan negara", "nama marga jadi tercemar gara-gara satu orang", "ganteng, pinter. Kelihatannya rajin ibadah, ternyata bukan jaminan kelakuan bener".
Begitu kira kira, beberapa komentar yang nongol di fb dan twitter saya. Meski ada yang berusaha bersikap netral, tapi tak sedikit yang langsung menghujat dan memojokkan.
Dan saya cukup tercerahkan, ketika membaca ulasan dari Kompasianer Endro S Efendi. Artikel yang diganjar HL ini cukup netral, fokus melihat persoalan dari sisi seorang hipnoterapi (sesuai disiplin ilmu digeluti).
Ulasan Kompasianer ini cukup personal dan runut, ditulis berdasarkan pengalaman pribadi ketika menangani kasus terkait lgbt. Intinya dengan terapi dan kesabaran serta usaha pantang menyerah, perilaku seks menyimpang bisa diatasi.
Bukankah Sunatullah telah berlaku sedemikian sempurna, bahwa setiap masalah di dunia ini selalu tersedia solusinya.
------
Saya sepakat, bahwa semua kejadian di dunia modern, dan sampai masa apapun nanti. Kalau boleh menyimpulkan, adalah pengulangan-pengulangan dari kejadian masa lalu. Termasuk perilaku seks menyimpang, sebenarnya bukan hal baru di muka bumi ini.
Jelas dan gamblang, kita bisa menengok pada kejadian kaum sodom yang mendustakan ajaran Nabi Luth. Buah dari perilaku hubungan sesama jenis kelewatan, Sang Maha Pencipta mengazab kota yang penuh kemaksiatan ini.
Kita semua (tanpa kecuali) juga punya kemungkinan, melakukan tindakan seperti apa saja. Tetapi batasan norma, membuat manusia dengan akal dimiliki berpikir jauh ke depan. Memikirkan dampak setiap perbuatan, yang di kemudian hari kembali kepada dirinya sendiri.
Pun masalah seks menyimpang, siapapun bisa dan punya kemungkinan untuk hal tersebut. Tetapi (lagi-lagi) semua kembali pada diri, seberapa konsisten si individu berpegang pada norma kehidupan yang berlaku.
Reynhard Sinaga dan "Anak Polah Bopo Kepradah"
Yang orang jawa, saya yakin tidak asing dengan paribasan (peribahasa) "Anak Polah Bopo Kepradah" artinya lebih kurang "anak yang berulah dan ayah terkena imbasnya". Dan untuk kasus kasus Reynhard Sinaga, benar saja jurnalis menelusuri asal usul lelaki kelahiran 36 tahun silam ini.
Menurut berita saya baca di sebuah portal, ayah Reynhard adalah seorang pengusaha sawit sukses. Tinggal di rumah mewah di daerah Depok, dan punya latar pendidikan sangat baik.
Menurut psikolog, setiap masa perkembangan ada treatmentnya sendiri. Dan peran ayah ibu sangat vital, dalam pendampingan terhadap putra putri dikasihi.
Semua tahapan penting, tetapi lebih penting lagi adalah fase dasar yaitu di usia emas ( 0- 7 tahun). Kalau pada tahapan tersebut, ayah dan ibu bisa "merebut" hati anak. Maka tahapan selanjutnya, tinggal meneruskan dan mengelola sesuai masa tumbuh kembang.
Masih menurut psikolog, komunikasi adalah kunci dari semua hal. Anak yang terbuka dengan orangtua, akan suka berkisah apapun yang dia alami dan itu sangat bagus. Peluang ini bisa dimanfaatkan, untuk memberi pengertian pada anak dan belajar mencari solusi.
Kasus Reinhard Sinaga, (mau tidak mau) akan "menyeret" nama ayah (dan ibu tentunya) ke dalam pusaran. Sebagai cerminan, seberapa bisa ayah dan ibunya  merebut hati buah hati.
Sadar atau tidak, setiap orangtua akan terdampak oleh perilaku anak-anak. Maka tugas berat orangtua, akan semakin berat kalau tidak dibarengi proses pembelajaran.
Reinhard Sinaga, semoga bisa membuka mata semua orangtua. Jangan abai dengan pengasuhan, pentingnya merebut hati anak agar mereka terbuka (soal apapun) Â kepada ayah dan ibunya.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H