Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menakar Kadar Pelit dengan Beres-beres Barang

29 Desember 2019   05:52 Diperbarui: 29 Desember 2019   16:10 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrasi tumpukan baju di lemari| Sumber: Shutterstock

Meski ada juga kejadian, ketika melihat satu barang tapi saya susah mengingat dari mana benda ini berasal. Kesel saya dengan situasi demikian, biasanya penasaran tak hilang kalau belum berhasil mengingat.

acara Kompasianival 2014| Dokumentasi pribadi
acara Kompasianival 2014| Dokumentasi pribadi
Nah, dari ingat demi ingatan inilah. Yang membuat hati ini mendadak digandoli perasaan berat, untuk melepas barang yang kadung dimiliki. Padahal sudah nyata dan terbukti, bahwa barang yang bersangkutan menumpuk dan tidak pernah dipakai sama sekali.

Ada lanjutan dari pernyataan psikolog Rose Mini, yang membuat saya berpikir dalam, (lebih kurang begini) "Seberapa lama kita menyediakan diri, terikat pada satu kejadian yang telah lewat melalui suatu barang. Padahal barang tersebut, tidak terlalu penting untuk dipertahankan."

Pembentukan Ketapels di Januari 2016- | Dokumentasi Gapey Sandi
Pembentukan Ketapels di Januari 2016- | Dokumentasi Gapey Sandi
Ya, saya sampai pada kesimpulan perihal kerelaan. Dan menyoal kerelaan melepas barang, bisa menjadi salah satu indikasi (maaf) kepelitan. Etapi, ini pendapat saya ya. Kompasianer boleh tidak setuju, karena yang lebih tahu yang diri sendiri

KBBI, Pelit ; kikir, lokek, orang yang tidak suka memberi (bersedekah). Kepelitan perihal (yang bersifat, berciri) pelit atau kikir, kekikiran.

Sampai tulisan ini dibuat, saya pribadi masih harus banyak belajar dan introspeksi diri. Bolehlah, pada satu atau dua barang dieman-eman. 

Misalnya benda yang memiliki nilai historis luar biasa, terkait dengan titik balik kehidupan. Atau benda spesial yang diberikan oleh orang paling spesial (bisa orangtua, suami atau istri, sahabat dst)

Tetapi kalau yang dieman-eman pada banyak barang, menurut saya sudah kebablasan. Bagaimana kalau kolektor? hemm, jadi panjang kan urusannya. Saya tegaskan sekali lagi, pelit atau tidak yang lebih tahu yang diri sendiri.

-----

foto lawas| Dokumentasi pribadi
foto lawas| Dokumentasi pribadi
Belum lama ini ketika sholat di masjid, saya tersentak ketika melihat baju koko seperti milik mbarep saya ketika duduk kelas satu SD (sulung saya sekarang sudah perjaka). 

Usut punya usut, anak kecil yang saya temui adalah cucu dari bibi yang pernah bekerja di rumah saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun