Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingat Ya, Menikah Itu Tidak Hanya Urusan Seks!

27 Desember 2019   06:18 Diperbarui: 27 Desember 2019   15:15 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer yang masih bujang, hayo ngaku! Sesekali pernah berpikiran ngeres dong, ayo jujur (atau justru sering mikir ngeres - hehehe). Tenang, nggak masalah kok. Hal yang demikian, menurut saya sangatlah wajar. Tandanya, kita masih manusia normal- ye kan.

Apalagi pada rentang usia duapuluh menuju tigapuluh-an, (pengalaman saya nih) hasrat masih menggebu-gebu. Nafsu (apapun itu), sedang berada di puncak-puncaknya. Wajarlah, namanya darah muda.

Dan kerennya di sini nih, kemudian skenario kehidupan mengatur sedemikian rupa. Diadakan yang namanya menikah, sebagai sarana pelepasan dan solusi manjur. Sejatinya tujuan menikah, adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri.

Asalkan kita menggapainya, dengan cara dan jalan yang benar dan digariskan norma agama. Sebagai umat beragama, kita kudu percaya dulu saja (sambil menjalani). Bahwa setiap cara baik, maka hasil yang didapatkan juga baik.

Kalaupun jalan untuk meraih kebaikan tidak mudah, kadang penuh tantangan dan berliku. Agama telah mengajarkan, menjadikan sholat dan sabar sebagai penolong. Bahwa semua ujian yang datang, tidak melebihi kekuatan manusia.

Yang penting, terus kita tingkatkan ikhtiar, memupuk sabar sambil berusaha. Selebihnya, biarkan semesta yang bekerja dan mempersembahkan jawabanya.

-----

dokpri
dokpri
Sebagai anak desa (pelosok pula), saya berasal dari keluarga kebanyakan. Lingkup pergaulan terbatas, akses hiburan dan kegiatan tidak seluas di kota. Saya termasuk kategori kuper, dengan hal-hal yang terkait pacaran.

Semasa duduk di bangku SMP dan SMA, beraninya hanya sebatas naksir. Ketemu atau berpapasan dengan yang ditaksir, keringat dingin langsung ngemobyos (keluar dengan derasnya).

Jangankan tidak sengaja bertatap mata, baru diledek teman saja (dengan orang ditaksir) jantung ini deg-degan luar biasa.  Hal yang sama terbawa hingga kuliah, nyaris waktu saya tersita untuk bekerja dan ke kampus.

Meskipun tidak dipungkiri, ada juga letupan naksir kepada adik kelas. Saya sedikit lebih berani, dengan mencoba melakukan PDKT. Tapi begitu mendapat penolakan, langkah ini perlahan mundur dengan teratur. Kala itu, saya tidak cukup effort, untuk mepet dan mengejar perempuan yang menolak (duh cupu banget kan- hehehe).

Entahlah, apa yang mendasari sikap tersebut. Mungkin dasarnya (dari SMP) bukan pejuang cinta, jadi sikap saya reflek mengalir begitu saja. Tapi sudahlah, toh semua telah berlalu.

dokpri
dokpri
Atas minimnya pengalaman masalah percintaan, saya bertemu dengan (saat itu) calon istri melalui perantara teman. Tidak berlama-lama penjajakan, belum genap dua bulan saya berkenalan dan (memberanikan diri) menghadap ayah ibu gadis idaman.

Kekuatan apa yang merasuki saat itu, saya dengan percaya diri nembung (berujar untuk meminta) kepada ibu mertua. 

"Kalau ibu, ya terserah sama anaknya, mau atau tidak," balas calon mertua saat itu

Semesta memang punya cara yang unik, memberi jalan tak disangka kepada setiap insan. Kala itu saya semakin meyakini, bahwa setiap manusia telah disediakan pasangan. Tinggal bagaimana cara menjemput, itulah yang membedakan hasil.

Sekali lagi, yang paling utama, jangan berhenti berusaha dan berharap. Senyampang nafas dikandung badan, pantang patah arang dalam berikhtiar.

Menikah Itu, Tidak Hanya Urusan Seks !

dokpri
dokpri
"Ingat ya, menikah itu tidak sekedar urusan seks" ujar Psikologi Baby Jim Aditya

Karena minim pengalaman pacaran, saya excited ketika dipertemukan belahan jiwa. Detik-detik menjelang hari pernikahan, rasa cemas semakin tak terkendali. Bahkan sempat terpikir, bagaimana mengatasi rasa malu (ssst, ini rahasia ya) kali pertama berhubungan suami istri- hehehe.

Tapi saya Bismillah saja, semua pasrah dan meluruskan niat untuk ibadah. Buktinya tanpa pacaran, alam mempertemukan dengan calon istri. Untuk selanjutnya (hubungan suami istri), pasti bisa dilalui dan dipermudah ( toh niatnya baik).

Kompasianer (yang bujang), apa terlintas dibenak kalian tentang masa-masa di awal menikah? Apakah membayangkan yang enak-enak, terutama masalah seks?

Kalau jawabnya iya, kita tos dulu. Berarti sama, dengan yang ada dipikiran saya dulu. Tapi itu sangat wajar dan sama sekali bukan hal tabu (asal tidak diumbar ya).

dokpri
dokpri
Bukankah salah satu privilage menikah, adalah berhubungan suami istri dengan legal dan syah. Bahwa yang semula dikategorikan zina dan dosa besar,(hubungan suami istri dengan pasangan syah) berubah menjadi halal bahkan mendapatkan pahala.

Maka di awal pernikahan, ada yang disebut masa bulan madu. Bulan penuh keindahan, bagi pasangan suami istri baru sedang mereguk nikmatnya bahagia.

Kebahagiaan akan bertambah, ketika selang beberapa bulan di rahim sang istri mulai ada janin. (Lagi-lagi) Masalah kehamilan setiap pasangan tidaklah sama, masing-masing punya jalannya sendiri sendiri.

Ada yang diberi kemudahan, sehingga tak perlu waktu lama sperma berhasil membuahi ovum. Ada pula yang diuji dengan kesabaran, dan semua keadaan di luar kuasa manusia. Kita jangan mudah menilai, sesuatu yang sekiranya membuat orang lain tersinggung. (Jadi Please, jangan nyinyir ya).

dokpri
dokpri
Saya sepakat dengan Psikolog Baby Jim Aditya, bahwa menikah tidak hanya urusan seks. Karena kalau sekedar seks yang dicari, orang bisa saja mendapatkan dengan cara lain (baca jajan).

Bagi saya, menikah adalah bertanggung jawab dengan keputusan yang sudah diambil. Menikah adalah kata kerja, karena terkandung nilai ibadah di dalamnya.

Baca Juga : Menjadi Orangtua Lebih dari Sekedar Orang Tua 

Sementara seks adalah satu bagian saja, diantara banyak bagian dalam  kehidupan berumah tangga. Dalam hidup berumah tangga, ada kewajiban mencari nafkah berlangsung sepanjang hayat. Tugas sebagai orangtua, dalam peran keayahan untuk mendidik dan mengantarkan anak-anak hingga mandiri.

Ada tugas sosial bermasyarakat, bertetangga dan membawa diri di lingkungan dan begitu seterusnya. Banyak hal dikerjakan dalam menikah, dan tidak sekedar urusan seks belaka.

dokpri
dokpri
Tapi saya percaya, bahwa apa yang diselenggarkan kehidupan tidak ada yang sia-sia. Termasuk dalam kehidupan pernikahan, akan banyak hikmah didapatkan didalamnya. 

Hikmah tentang belajar mengelola ego, bersedia mengalah tanpa merasa kalah, mengorbankan kesenangan pribadi, serta hikmah tentang kearifan dan kedewasaan.

So,  Menikah tidak hanya urusan Seks - Semoga bermanfaat !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun