Pengalaman pribadi nih, saya dulu paling pintar bikin alasan dan bersilat lidah kalau masalah badan gendut. Saya merasa punya badan ideal, padahal faktanya, berderet kancing di baju sudah teriak kencang.Â
Merasa makannya sedikit, padahal satu piring didominasi oleh asupan karbo.
Kebiasaan setelah makan besar, diteruskan minum minuman manis, ditutup desert manis ditambah lumeran cokelat di atasnya. Apalagi saya kerap datang ke gathering dan sejenisnya, jadi akrab dengan makanan enak.
Karena tidak tahu ilmu dan enggan bertanya, pola diet saya (yang dulu) juga salah kaprah. Bener sih mengurangi porsi makan, tetapi asupan dipilih tetap saja gorengan, atau sayur diolah dengan santan. Dan lagi lagi, minuman warna warni yang mengandung soda (alias soft drink), paling saya gemari.
Lingkungan terdekat yaitu keluarga cukup mendukung (jadinya nyalahin orang lain kan), ibu tak henti meyakinkan bahwa bobot dan tinggi anak ragilnya ini sesuai.Â
Perawakan saya tidak tampak terlalu gemuk, justru kalau kurus muka terlihat pucat seperti orang sakit.
![Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/06/mg-0625-5de96c56097f363028271342.jpg?t=o&v=770)
Sama sekali tidak ada kata unsur kata, yang memotivasi atau memberi dukungan pada suaminya untuk diet. Dan saya semakin nyaman, karena merasa semua aman terkendali ---hehehehe.
![Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/06/img20190314132324-5de96fdc097f3625bd001f14.jpg?t=o&v=770)
O'ya, sempat dulu presenter Dewi Hughes dengan tubuhnya yang subur (sekarang sudah diet dan berhasil), mempopulerkan (semacam) slogan "Big is Beautiful". Saya termakan juga dengan slogan ini, bahwa tubuh gemuk pun bisa tetap menarik.
![Sumber:orami.co.id](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/06/oramicoid-5de96ed4d541df15466f5a14.jpg?t=o&v=770)
Ketika berada pada situasi seperti ini, biasanya hati kecil ini berkata "Duh, kayanya musti segera diet".
Saya sangat yakin, setiap orang punya suara hati, suara kejujuran yang selalu mengajak ke jalan kebaikan. Suara hati adalah fitrah, ibarat ruh sejati yang menyayangi diri sendiri.
Tetapi karena kita suka ngeyel, maka suara kebenaran dari dalam diri sendiri terabaikan dan terkuburkan. Kita sering sekali mengikuti hawa nafsu, yang senantiasa mengajak melawan suara hati.Â
Sebersit kesadaran yang sempat muncul, tenggelam lagi karena tak kita tanggapi.
Maka keesokan harinya, saya kembali lagi pada pola makan dan pola hidup seperti biasa. Tetap saja ngemil gorengan, gemar sayur yang diolah dengan santan, asupan kaya gula tak lewat untuk dikonsumsi.Â
Kembali meneruskan kebiasaan mager (males gerak), ogah memperbanyak jalan kaki memilih pesan ojol dan seterusnya.
------
"Aku lho, pengin kayak Om" teman yang umurnya sepantaran keponakan saya berujar. "Sekarang kok kurusan mas, gimana caranya" ujar seorang Bapak yang lama tak bersua. "Sekarang, mukanya lebih segeran Pak" celetuk teman lainnya.
Sekitar tiga tahun terakhir, saya cukup sering dan terbiasa mendengar kalimat jenis ini. Bahkan pada pekan pertama bulan Desember ini saja, masih ada teman mengaku pangling karena (menurutnya) pipi saya agak tirus.Â
Teman ini sempat ragu menyapa, sampai untuk memastikan melihat beberapa kali.
Saya tidak enggan menjawab dan berbagi tips, apalagi kalau waktu dan tempatnya tepat. Dengan senang hati, saya menceritakan awal mula diet. Kemudian melewati fase paling berat, adalah menjaga sikap konsisten dan membentuk mindset.
Meskipun jujur saja, saya sendiri sampai sekarang jatuh bangun menjalankan pola makan dan gaya hidup sehat. Masih saja tergoda makan manis dan gurih, atau kadang suka malas olahraga meski sudah direncanakan.
![Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/06/img20191122093826-5de96f59d541df4ecb1ff2c2.jpg?t=o&v=770)
Si penanya yang terlihat menyimak dengan tekun, nyatanya tidak berubah pola makan dan pilihan jenis asupan.
Saya tidak kaget, karena sikap semacam ini, persis seperti kelakuan saya dulu. Keinginan diet itu seperti busa, menggelembung dan membesar. Tetapi tak lama kemudian pecah, dan kita tidak tahu ke mana jejaknya.
Keinginan diet yang hanya sekadar wacana, sudah kerap saya alami dan rasakan. Tidak bergegas menerapkan ilmu dan caranya, karena saking kalahnya dengan hawa nafsu.
Jangan Biarkan Keinginan Dietmu Sebatas Wacana
Saya sangat sepakat, bahwa setiap kita membutuhkan momen "ajaib" itu. Bahwa kita sangat membutuhkan, sebuah keadaan yang membuat diri ini terpojokkan. Sehingga kita tidak punya pilihan lain, bahwa mau tidak mau kita harus berubah.
Dan akibat pola makan dan gaya hidup tak sehat, akhirnya mengantar saya pada titik nadir (atau "ajaib") itu. Pada suatu tengah malam tiba-tiba badan saya kesakitan, digerakkan sedikit saja sakitnya minta ampun.Â
Pada kondisi seperti ini, ternyata yang mengantar saya menemukan momen kuat untuk move on.
![Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/06/img-0216-jpg-5de96fcad541df2d6e43bc64.jpg?t=o&v=770)
Saran dan petuah ahli nutrisi dengan sepenuh hati dan kesadaran saya turuti dan jalani. Misalnya ajakan untuk memilih dan memilah jenis asupan, menghindari asupan gula, santan dan gorengan.Â
Kemudian menggantinya dengan asupan kaya serat, dan tidak lupa untuk rutin berolahraga.
Konsisten adalah sikap positif, tetapi menjadi kata yang sangat sulit untuk diwujudkan. Tetapi ketetapan yang kuat untuk berubah, membuat suara hati ini seperti memiliki energi. Otak ini selalu bekerja, ketika dihadapkan pada aneka pilihan makanan.
Pada saat hadir di acara prasmanan, saya bisa merasakan bagaimana nafsu ini bekerja keras membujuk saya. Berteriak agar tangan mengambil ini dan itu, tetapi karena mindset terbentuk ajakan itu saya abaikan.
Masih terbayang rasa sakit di malam naas itu, kejadian memilukan yang terus terekam di benak. Motivasi berubah semakin kuat, ketika membayangkan wajah istri dan anak-anak.Â
Bahwa kalau si ayah ini tidak berdaya, maka mereka yang akan kerepotan dan kesulitan.
Maka agar diet tidak sebatas wacana saja, salah satu caranya adalah menemukan titik nadir agar suara hati memiliki energi. Besar harapan saya, artikel ini bermanfaat dan menambah semangat dan motivasi untuk move on.
Semoga bermanfaat
![Dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/12/06/img-20181125-wa0053-5de96ff6d541df5275465823.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI