Sejauh pengalaman hidup telah dilewati, saya meyakini satu hal, bahwa setiap manusia yang bernafas pasti memiliki jatahnya sendiri-sendiri. Baik jatah sedih ataupun suka, jatah keberuntungan yang berganti kerugian atau nasib sedang menanjak kemudian berikutnya menurun.
Bahwa atas semua bagian demi bagian dipergilirkan, tidak ada lain tujuan kehidupan kecuali demi kebaikan manusia itu sendiri. Dan bahwa setiap keadaan dan kondisi yang dihadirkan, agar terjadi keseimbangan pada manusia .
Bukankah semua yang serba seimbang, akan menciptakan harmonisasi ?
Kemudian ada periode dilalui laki-laki (perempuan juga), yang membutuhkan focus dan perhatian khusus. Satu periode melibatkan energi dan emosi di dalamnya, periode yang dituntut mengerahkan upaya segenap jiwa dan raga.
Adalah masa pernikahan, masa pembuktian seberapa besar tekad laki-laki bersungguh menunaikan tugasnya sebagai kepala keluarga. Peran kepala keluarga, adalah peran hebat dan penting . Apabila ditunaikan sebaik-baiknya, niscaya akan membawa laki-laki pada derajat kemuliaan.
Menjadi kepala keluarga ibarat pertaruhan kehidupan, ada pertanggungjawaban baik di dunia dan akhirat. Salah satu indikasi kesungguhan itu, bisa dilihat dari seberapa sungguh-sungguh lelaki mengerahkan upaya dan semangatnya untuk terus belajar.
Dan setiap fase dalam kehidupan, sesungguhnya ibarat anak tangga yang (kalau ditekuni akan) membawa sampai puncak pencapaian. Â Ya, hal ini penting, dan musti disadari setiap lelaki. Bahwa dirinya sendiri, yang bisa memberi kontribusi untuk menjadi sesuatu kebaikan.
Siapa tak miris, membaca, mendengar atau melihat sendiri, ayah dan atau suami tega berbuat aniaya kepada istri dan atau anak-anaknya. Suami berubah ringan tangan dan berkata kotor, kepada istri  yang semestinya di bawah pengayomannya. Seorang ayah abai pada buah hati, anak-anak yang seharusnya dibawah kewajiban penafkahannya.
Pernah viral di media sosial, istri dan anak-anak ditelantarkan karena suami tergoda perempuan lain (persis sinetron banget ya). Kabar sempat tersiar, ayah memperkosa anak kandung hingga kedapatan hamil. Kejadian ibu dan bayinya menenggak racun, karena suami hilang rimba dan lepas tanggung jawab.
Kekerasan berupa kekerasan seksual, eksploitasi seksual, perkosaan, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, pemaksaan pelacuran dan lain sebagainya. Kemudian tercatat, Â 3.927 kasus kekerasan fisik, yang semua berakhir dengan perceraian tanpa tindak lanjut guna mendukung hak korban. Sumber SINIÂ
Peran Kepala Keluarga adalah Hebat, Â Ini Musti Disadari Laki-laki
Sekira bulan oktober tahun 2016, saya pernah menulis di Kompasiana dengan tema pernikahan. Â Kala itu mengisahkan seorang teman kantor, di usia yang cukup (hampir 30 tahun) dirinya enggan menikah. Alasan dikemukakan jelas, dia merasa gajinya tidak cukup untuk menafkahi istri dan anak.
Pada saat yang sama di kantor yang sama pula, Office Boy (OB) sudah menikah dan memiliki anak masih kecil. Bisa dibayangkan kebutuhan bayi itu banyak, mulai diapers, susu, bedak, minyak telon, sabun bayi, baby oil dan lain sebagainya.
Dua lelaki dewasa, terlibat perbincangan serius dan juga berhitung. Secara matematika, gaji bulanan teman ini lebih besar dibanding OB. Tetapi nyatanya, si OB sudah menikah dan nyatanya (meski kepala jadi kaki, kaki jadi kepala) bisa menafkahi keluarga.
Saya menekankan, bahwa dalam hidup ini ada hitungan-hitungan yang sulit dijangkau akal manusia, tetapi benar adanya dan terus bekerja. Bahwa besaran rejeki, tak berbanding lurus dengan besaran gaji.
Apalagi manusia yang notabene makhluk mulia, rejeki pasti sudah dijaminkan dan melekat pada dirinya. Menikah bukan untuk dipertakutkan, suami, istri, anak sudah membawa rejekinya masing-masing.
Justru menikah seharusnya menjadi sebuah keniscayaan, mengumpulkan beberapa rejeki menjadi kesatuan. Banyak lho contoh nyata, orang yang semasa muda bukan siapa-siapa. Di kemudian hari sukses, hidup berkecukupan dengan pasangan dicintai dan anak-anak yang membanggakan.
Ini dia artikel lengkapnya : Laki-laki, Jangan Takut Menikah
Siapa nyana, artikel sederhana ini memberi inspirasi yang membaca. Seorang teman memberi respon positif, menyarankan saya untuk lebih sering menulis tema keluarga. Teman ini menyumbang gagasan, dan menyatakan bahwa artikel tentang pernikahan atau keluarga adalah timeless. Jujur, ide dan masukan ini berhasil memantik spirit. Saya melihat kesempatan luar biasa, untuk belajar dan belajar lebih banyak lagi.
Sebagai tindak lanjut atas semangat ini, saya membuka diri dan belajar dari banyak hal. Buku genre parenting, tiba-tiba menjadi bacaan menarik dan menggairahkan. Acara dengan tema keluarga dan anak, nyaris tak saya lewatkan. Kemudian saya praktekkan dalam keseharian, pada istri dan anak-anak di rumah.
Informasi saya dapati, pengetauan dari bacaan dan narasumber kredibel saya reguk, pengalaman sebagai suami dan ayah saya jalani, menjadi sumber tulisan yang saya tuangkan di Kompasiana.
Ya, setiap kepala keluarga musti menyadari. Bahwa keberadaan diri keren dan penting, bahwa perannya adalah peran hebat dan  tak terganti yang rentetan ke belakangnya banyak.
Nomine Best in Spesifik Interest Kompasianival Awards 2019
Perhelatan Kompasianival, menjadi ajang tahunan yang dinanti-nanti Kompasianer. Ajang bertemu berkangen-kangenan, saling guyon serta guyub antar Kompasianer. Sejak menjadi Kompasianer tahun 2014, saya nyaris tak melewatkan event bergengsi ini.
Bagaimana tidak gayeng coba, ngobrol dengan banyak teman sambil berbagai makanan potluck. Foto bareng dengan wajah sukacita, dengan teman dari berbagai kota di tanah air bahkan ada yang datang dari luar negeri.
Jauh sebelum masuk nominasi Kompasianivasl, tiga tahun silam ketika mulai menulis tema keluarga, bukan ini (masuk nominasi) tujuan utama ingin saya capai. Â Murni keinginan saya, adalah ingin membagikan semangat peran keayahan dan atau fatherhood kepada pembaca.
Ketika tahun ini mendapat anugerah masuk Nominasi, sangat saya syukuri dan saya anggap sebagai bonus. Dan selamat kepada teman lain yang juga masuk nominasi, kalian adalah penulis hebat dengan style tulisan masing-masing. Semoga kesempatan baik ini, menjadi suntikan semangat untuk terus berbagi menebar kebaikan.
Salam Kompasiana, semoga bermanfaat ! Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H