Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Kedekatan Orangtua dan Anak dengan Menyesuaikan Usia

7 November 2019   08:12 Diperbarui: 7 November 2019   09:55 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu tidak seperti biasanya, gadis kecil menyamperin si ayah yang baru pulang dari sholat maghrib di masjid. Jalannya sedikit pincang, sembari meringis menahan rasa tak nyaman di kakinya. "Ayah, pijitin kaki adek dong, pegel nih tadi ada ekskul renang."

Ayah mana sanggup menolak, permintaan gadis mungil yang diucapkan dengan suara menggemaskan. Sementara sarung dan baju koko belum juga dilepas, si ayah siap beralih profesi menjadi tukang urut dadakan.

Saya menuang minyak telon di telapak tangan, kemudian membaluri bagian yang pegal dan atas permintaannya pada bagian betis lebih sering dipijat. Sembari memijat dialog ayah dan anak terjadi. Perihal kegiatan seharian, yang membuatnya tubuhnya kecapekan dan kakinya pegal.

"Adik, mulai hari ini sudah renang di kolam yang dalam, jadi sama bu guru diminta renang agak jauh jaraknya" kisahnya dengan menahan sakit"Tapi pas pertama masuk kolam, adik belum kuat renang dari ujung ke ujung jadi sama bu guru boleh separuh jalan saja." Saya mendengarkan dengan seksama, nyeletuk seperlunya dan menghindari kalimat yang terkesan menyalahkan.

Saya seperti ditarik ke masa silam, teringat semasa kecil ketika telapak lembut tangan ayah memijat punggung, tangan atau bagian badan anaknya yang kecapekan atau kesakitan. Pijitan yang cenderung pelan, tetapi (entahlah) sampai sekarang saya masih bisa merasakan nyamannya.

Ayah orang yang sangat sederhana, sebagai guru SD gajinya tak seberapa. Kami hidup di pelosok desa, selepas pulang mengajar tidak ada kegiatan lain kecuali di rumah. Sehingga tersedia cukup waktu, ayah bertemu dan ngobrol dengan anak-anaknya

dokpri
dokpri
Sikap ayah yang hemat bicara, membuat hubungan kami tidak terlalu dekat tetapi juga tidak terlalu jauh.  Sikapnya yang tidak menjaga jarak, membuat saya mengidolakan sampai sepeninggal beliau. Meskipun tidak banyak uang, tetapi sikap dan ucapan dominan lembut, bahasa tubuh dan verbal meneduhkan menjadi warisan tak ternilai.

Kini setelah menjadi ayah, saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Berusaha ada ketika anak-anak membutuhkan, siap menjadi pendengar ketika anak-anak bercerita. Menyediakan diri menjadi tameng, ketika anak-anak membutuhkan perlindungan.

Membangun Kedekatan dengan Anak Sesuai Usia

Kompasianer's, ketika membaca artikel parenting mungkin ketemu istilah bonding anak dan orangtua. Bonding kerap diartikan sebuah keterikatan, selama beberapa hari atau minggu pasca kelahiran anak. Proses pembentukan keterikatan ini, kemudian dikenal dengan istilah attachment.

Dalam penelitiannya, John Bowlby, ahli psikologi menyebutkan bahwa tiga tahun pertama hidup seorang anak, adalah waktu yang baik untuk membangun atau mengembangkan kedekatan anak dengan orangtua.

kolase -dokpri
kolase -dokpri
Kedekatan yang akan membuat anak merasa aman (secure), sehingga akan terjadi keberlanjutan pada banyak faktor. Sebagian besar anak merasa secure terhadap orangtua, dan hanya sebagian kecil anak mengembangkan perasaan insecure (kalau membaca berita anak disiksa ayah ibunya, nah anak-anak ini termasuk insecure).

Secara fisik dan psikologis, anak yang secure cenderung berkembang lebih sehat mental dibanding insecure. Berdasarakan studi attacment, anak secure mampu memecahkan masala dengan baik, lebih kreatif, bisa bergaul, lebih sensitid kepada teman, banyak inisiatif dan sebagainya.

Sementara anak insecure, lebih kerap menunjukkan kemarahan dan agresivitas, sulit diatur mengindikasikan gangguan psikologis dan kekurangan dalam hal lain.

------

"Anak gue, tadi mulai nolak waktu dicium di depan sekolah. emang umur berapa, biasanya anak mulai malu dicium ya" curhat seorang ibu.

Saya pernah mengalami hal yang sama, awalnya merasa aneh, karena ketika ujung hidung si ayah mendekat ke pipi si anak sontak menghindar. Tetapi seketika saya tersadar, bahwa anak mulai tumbuh besar dan kita yang musti menyesuaikan.

Dari beberapa artikel saya baca, kita orangtua musti belajar menyesuaikan diri dengan anak. Tetap bisa membangun kedekatan, tetapi dengan kadar dan porsi sesuai umur anak.

dokpri
dokpri
Pada rentang masa batita, orangtua lebih leluasa mengekspresikan kedekatan dengan anak. Lebih bebas untuk memeluk, mencium, menggendong, gemas dengan buah hati. Maka secapek apapun, usahakan memanfaatkan periode ini berpuas puas bermain bersama anak.

Saya dulu hapal kebiasaan anak, dia akan ngintili (ngikuti) kemanapun ayahnya pergi. Bahkan pernah ketika hujan deras, ayahnya yang mau membeli lauk ditangisi karena pengin ikut. Kebiasaan ini sedikit demi sedikit memudar, ketika anak sudah mulai masuk di usia balita.

Nah pada usia masuk sekolah dasar, biasanya akan terjadi perubahan. Anak mulai punya dunia sendiri, lebih tertarik bermain bersama teman sebaya dibanding bersama ayah ibunya. Lebih suka mengeksplorasi mainan sendiri, dibanding minta bantuan orangtua.

Termasuk soal perlakuan, anak sudah merasa besar sehingga mulai tumbuh rasa malu, ketika dipeluk, digandeng, dicium ayah dan ibu dihadapan teman atau di tempat umum.

Tenang, kita para orangtua masih bisa mempertahankan kedekatan dengan anak, tentu dengan pendekatan yang berbeda. Kalau anak punya rasa secure dengan ayah ibunya, dia akan bercerita apapun dialami kepada tempat yang membuatnya aman dan nyaman. Kedekatan orangtua dan anak yang sudah besar, akan tampak dari seberapa terbuka anak bercerita kepada orangtuanya. Semoga bermanfaat.

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun