Mula-mula, kalau ayah ibunya datang menjenguk, anak ini maunya ikut pulang dengan aneka alasan. Kemudian perlahan-lahan nekad pulang sendiri, bahkan pada malam selepas jam pelajaran. Pernah anak ini pulang dengan jalan kaki, karena uang sakunya dititip ke ustad dan tidak berani minta.
Sampai akhirnya, setelah di rumah anak benar-benar tidak mau balik pondok, meski dipaksa dan atau dijanjikan dibelikan apa yang disuka. Sepekan anak di rumah, orangtua datang ke Pondok sendiri dan terpaksa pamit sekalian mengambil barang.
Sungguh, saya benar-benar tidak tega melihat anak kesakitan. Kalau saja bisa menggantikan, pengin banget rasa sakit itu pindah ke tangan si ayah.
Dua minggu anak di rumah menjalani pengobatan, tangannya diperban gerak sedikit saja sakitnya minta ampun. Masa kesakitan akhirnya kami lalui, pada masa pemulihan anak (saya paksa) mulai masuk Pondok agar tidak ketinggalan pelajaran. Dan alhamdulillah, sekarang tangan kiri anak lanang sudah pulih.
Berselisih paham dengan teman satu kelas, rupanya menjadi salah satu masalah serius berikutnya. Berminggu-minggu anak ini seperti dimusuhin temannya, merasa dijatuhkan harga diri dihadapan ustad dan teman lainnya. Lagi dan lagi, dengan sabar kami hadapi masalah ini sembari mencari jalan keluar.
"Om, apa kabar" sapa lelaki seumuran anak saya, sembari mencium punggung tangan ini.Â
Rupanya, anak yang dulu pernah berseteru dengan jagoan saya, kini sudah berubah sikap jauh lebih baik. Bahkan menjadi teman dekat, kerap berbagi makanan atau cerita.
Mengatasi Rasa Bosan di Pondok
"Ayah, doain kakak sehat, supaya belajarnya lancar dan kerasan di Pondok" ucap anak lanang. Kalimat semacam ini, selalu diucapkan ketika kami anak dan ayah hendak berpisah.Â
Seharian sudah kami lalui waktu bersama, bercerita banyak hal dan mengeluarkan uneg-uneg.