Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Strategi agar Tidak Canggung Saat Numpang Tinggal di Rumah Saudara

27 Oktober 2019   13:21 Diperbarui: 27 Oktober 2019   16:45 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak terasa, kita sampai di penghujung bulan sepuluh, sebentar lagi masuk bulan sebelas. Artinya tahun 2019 tinggal dua bulan lebih sedikit, segera berganti dengan tahun yang baru. Bagaimana kabar resolusi awal tahun, semoga sudah banyak yang tercapai ya- Amin.

Sementara bagi anak-anak kelas 12 atau zaman saya dulu kelas 3 SMA, Ujian Nasional (UN) sudah diambang pintu. Seragam abu-abu putih kalian, sebentar lagi akan menjadi kenang-kenangan.

Kami yang anak desa, lepas SMA bisa berarti (punya pilihan) lepas dari tanah kelahiran alias merantau. Karena kakak, paman, dan tetangga sekitar adalah perantau, maka (bagi saya) merantau menjadi impian sejak awal masuk SMA. 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Di mata saya, orang yang berani merantau adalah orang yang keren. Berlatih mandiri dengan tinggal di kota besar, kenal dan berteman dengan orang dari berbagai daerah. 

Setiap saat bisa jalan-jalan ke mal, naik bus kota, naik kereta, ketemu public figure dan seterusnya.

Maka ketika baru duduk di kelas terakhir di SMU, saya sudah merencanakan kota perantauan. Demi memuluskan rencana, saya mencari siapa (tetangga atau saudara) yang sama merantau di kota tersebut.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Kala itu Yogyakarta menjadi tujuan, kebetulan ada kakak kelas yang sekolah di kota pelajar ini. Maka ketika ketemu saat libur lebaran, saya bertanya banyak hal tentang hidup di Yogyakarta. Mulai biaya kost, biaya makan, biaya transportasi, dan sebagainya.

Kali pertama merantau adalah untuk kuliah, dan berbekal informasi dari kakak kelas, dengan tegap kaki ini melangkah ke Yogyakarta. Saya masih ingat, bagaimana deg-degan pergi sendiri dan ke tempat yang jauh.

Sepanjang perjalanan di bus pikiran berkecamuk, tentang kemungkinan yang belum pasti terjadi. Bagaimana kalau bus mogok, bagaimana kalau gak ketemu alamat, bagaimana kalau nyasar, dan bagaimana kalau ini dan itu dan seterusnya.

Akhirnya yang dikhawatirkan tidak terjadi, saya sampai dengan selamat dan bisa fokus belajar. Semua tenaga dan pikiran, dikerahkan agar bisa diterima di kampus negeri impian. Tetapi takdir berkata lain, setelah sekian bulan di kota gudeg, saya tidak diterima di perguruan tinggi diinginkan.

Rencana gagal total, langsung menyusun langkah berikutnya dan memutuskan bekerja sembari menunggu ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri tahun berikutnya. 

Surabaya akhirnya menjadi pilihan, kebetulan ada kakak nomor dua yang tinggal di kota pahlawan.

Strategi agar Tidak Canggung Saat Numpang di Rumah Saudara

Numpang di rumah saudara (meskipun kandung), apalagi rumahnya masih ngontrak dengan ruangannya terbatas, tentu bukan perkara mudah. bagaimanapun saya sadar diri, jangan sampai justru merepotkan orang yang ditumpangi. 

Setiap hari saya berusaha menjaga sikap, ucapan, dan tindakan agar suasana tetap yang terbaik. Karena selain ada kakak kandung, ada juga kakak ipar dan ada keponakan yang masih kecil, yang tiap hari saya temui dan berinteraksi.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Tujuan ke Surabaya adalah bekerja, tetapi untuk mencari dan mengirimkan lamaran pekerjaan juga butuh waktu yang tidak sebentar. Maka untuk mengurai ketidakenakan, saya berinisiatif mengambil alih beberapa pekerjaan rumah tangga.

Mula-mula saya mengamati kebiasaan kakak ipar setelah bangun tidur, yaitu memasak air, mencuci beras kemudian dimasak, merendam cucian, menyapu dan sebagainya. Setelah itu belanja sayur, menyiapkan sarapan, membangunkan anak, memandikan begitu seterusnya.

Oke, ada beberapa pekerjaan yang bisa saya ambil alih. Keesokan hari saya bangun lebih awal, memasak air dan memasak nasi saya bisa, merendam dan mencuci baju saya bisa, menyapu dan mengepel saya juga terbiasa.

Tetapi kalau urusan belanja, kemudian memasak sayur, memasak lauk dengan campuran bumbu ini dan itu saya tidak bisa. Jenis pekerjaan itu saya hindari, diganti dengan momong anak menggendong, menyuapi dan mengajak main dan seterusnya. 

Alhasil, pada bulan pertama semua bisa berjalan dengan baik, dan kakak ipar terbantu dengan kehadiran saya. Kakak dan adik ipar bisa ngobrol dengan cair, sehingga kecanggungan sedikit terurai.

Kebetulan kakak saya dan istrinya bekerja, ketika rumah kosong saya bisa mengawasi anak-anak, tak perlu dititipkan ke penitipan anak. 

Sekira bulan ketiga numpang di rumah kakak, saya mendapatkan panggilan pekerjaan dan diterima. Karena gaji awal masuk kerja masih sedikit, kakak ipar menahan saya untuk tidak ngekost. 

Atas kebaikan ini, meskipun sudah kerja saya tetap mengerjakan pekerjaan rumah yang bisa dilakukan.

Begitu gaji pertama diterima, saya membelikan kaos dan mainan buat keponakan. Pulang kerja membawakan makanan buat kakak, sehingga rasa canggung itu benar-benar hilang.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Jelang setahun numpang di rumah kakak, akhirnya saya memutuskan pindah dan mencari kost dengan tempat kerja. Alasan saya agar hemat waktu, dan biar tidak terlalu kecapekan di perjalanan. 

Maka kakak dan istrinya mengizinkan, tetapi saya diminta tetap datang secara berkala. "Jangan sampai nggak main sama sekali ya" pesan kakak saat itu.

Awal merantau, benar-benar membentuk kedewasaan bersikap dan berucap. Saya anak bungsu, di rumah biasanya masih membantah ayah dan ibu. Setelah numpang di rumah kakak, hal itu tidak bisa saya lakukan.

Kini setelah saya pindah ke Jakarta, hubungan dengan kakak ipar dan keponakan terjalin dengan baik. Mereka tak lupa mampir, kalau kebetulan ada perlu di ibu kota. Pun saya, mengajak anak istri menginap di rumah kakak kalau sedang ke Surabaya.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun