Orangtua dan beberapa saudara, (saya tahu) mencoba membantu mencarikan kenalan, siapa tahu cocok dan bisa diseriusi, tetapi nyatanya tak ada yang ditanggapi.
Lelaki dengan paras rupawan, setiap hari bekerja keras, tetapi hasilnya untuk menghidupi diri sendiri. Ketika sedang sakit, ibunya di usia jelang 80-an tahun sibuk merawat. Mendengar keadaan ini saya turut prihatin, meski tidak bisa membantu banyak. Sementara semua saudara kandungnya, telah bekeluarga dan hidup berpencar beda kota.
Saya pernah kepikiran, (maaf ya) bujangan yang telah punya pekerjaan mapan, bisa jadi kesepian ketika pulang ke rumah tidak ada yang menunggu. Misalnya sudah punya kendaraan roda empat, kemana-mana seringnya dikendarai sendiri. Â Saldo di tabungan tak banyak berkurang, karena hanya untuk mencukupi dan menyenangkan diri sendiri.
Rasulullah menganjurkan umatnya untuk segara menikah, karena (ternyata) ada prespektif kebahagiaan dilihat dari sudut padang lain. Â Bahwa menikah tidak bakal memiskinkan, bahwa justru menikah akan membukakan pintu rahasia tak terduga.
Pun dengan kebahagiaan, ada hal-hal tak bisa dijelaskan dengan nalar tapi justru menjadi muasal bahagia. Seperti seorang ayah yang bersusah payah, niscaya dia bahagia melakoni, selama segela keletihan itu untuk menghidupi keluarga.
Melalui tulisan ini, dengan tulus saya mendoakan, semoga sahabat Kompasianers yang tengah menanti belahan hati segera dipertemukan. Yuk, luruskan niat dan kuatkan usaha, agar atas kesungguhan kita, agar Tuhan punya alasan untuk mengabulkan permohonan hambaNYA. - Mohon maaf dan semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H