Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Keterbatasan Bukan Halangan untuk Maju dan Berprestasi

10 Juli 2019   10:40 Diperbarui: 11 Juli 2019   15:26 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar akun IG @bantengarchery

Mana ada, atlet panahan tapi tidak punya tangan kanan. Karena tangan (apalagi kanan) , kan penting untuk menarik dan melepaskan busur. Rasanya mustahil, perempuan tuli menjadi founder dan CEO perusahaan dengan ribuan karyawan. Butuh effort yang besar,  untuk menghandel banyak orang dengan banyak pikiran. Dan satu lagi, tidak mungkin bangetlah, atlet renang tapi tidak punya kaki. Bagaimana bisa mengayuh di dalam air,  tanpa keseimbangan antara dua tangan dan dua kaki.

Semua keraguan demi keraguan itu,  saya dapati jawabannya secara langsung. Ternyata, apapun kondisi seseorang, sangat bisa dan serba mungkin berprestasi,  karena di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin.

Dan (alhamdulillah) saya berkesempatan menemui dua diantara mereka (yang satu via video call),  dalam acara bincang inspiratif yang diadakan Sabang Merauke di daerah SCBD.  
Sungguh, saya dibuat terkagum-kagum dengan kualitas mental tiga orang istimewa, telah berhasil menaklukkan kelemahan yang ada di dalam diri.

Mereka adalah Kholidin, atlet panahan dengan disabilitas daksa tangan.  Angkie Yudistia, seorang penulis,  founder dan CEO perusahaan outsourching dengan disabilitas tuli dan Jendi Panggabean, atlet renang berprestasi dengan disabilitas daksa kaki.


-----
Apakah ada diantara Kompasianer yang merasa, saat ini berada dalam kondisi terpuruk dan menjadi orang paling merana di dunia. Apapun yang dilakukan seolah tiada guna, merasa nasib baik belum juga datang dan berpihak.

Padahal, kalau saja kita mau membuka mata lebih lebar, betapa masih banyak orang yang lebih susah dibanding diri sendiri. Mungkin, sesusah-susahnya kita, masih punya panca indera yang komplit. Sehingga tidak terkendala, kalau ingin melakukan banyak hal.

Bagaimana,  dengan saudara kita yang kehilangan anggota tubuh. Mereka musti berupaya lebih agar bisa bertahan dan bangkit dari keterpurukan.

------

Bersama Kholidin -dokpri
Bersama Kholidin -dokpri
Siang itu, saya bersua dengan Kholidin, pria yang telah kehilangan tangan kanannya sejak dua tahun silam, dan uniknya beliau berprofesi sebagai atlet panahan yang berprestasi di ajang Asian Para Games 2018.

Kejadian naas tidak pernah terlupakan, terjadi ketika Kholidin bersama istri dan anak pulang kampung, suami perhatian ini hendak memetik buah kelapa.
Siapa nyana,  kejadian dua hari sebelum lebaran itu,  membuatnya terjatuh dari ketinggian 9 meter.

Penanganan yang membutuhkan waktu panjang (kala itu), mengakibatkan tangan kanannya terkena infeksi dan tidak ada jalan lain kecuali diamputasi.
"ibarat kata lebih baik kehilangan tangan dari pada kehilangan nyawa" kisah Kholidin.

Ujian belumlah selesai, setelah kehilangan tangan kanan, kholidin harus berjuang melawan bakteri yang masuk ke tubuh.

Namun rasa ikhlas, membuat pria kelahiran Pekalongan ini tetap bertahan.

Kisah lain dialami Angkie Yudistia,  yang kehilangan pendengaran sejak usia 10 tahun. Penyebabnya adalah demam yang sangat tinggi,  lama kelamaan terkena tuli.

Angkie sedang menyemangati adik adik atlet -dokpri
Angkie sedang menyemangati adik adik atlet -dokpri
Tentu bukan hal mudah, bagi anak usia sedang senang-senangnya bermain bersama teman sebaya. Apalagi di sekolah dasar umum,  dia kerap dibully dan dikata-katain "Budeg."

"meski saya tidak mendengar,  tapi ekspresi pembully tidak bisa dibohongi" ujar Angkie

Beruntung, ada ayah, ibu serta keluarga yang selalu menemani dan menjadi teman curhat. Selain itu, memilih berteman dengan teman yang baik dan positif tinking.

Kisah serupa dialami Jendi Panggabean, pada usia 12 tahun, kaki kirinya harus diamputasi akibat kecelakaan. Awalnya Jendi sangat trauma, merasa dunia hancur, sedih dan kecewa. Kedua orangtua tak patah arang,  menyemangati anak kesayangan,  agar segera bangkit.

Orangtua adalah tembok pertahanan terbaik, ketika Jendi berada di titik nadzir dan diperlakukan orang lain dengan aneh dan berbeda
Perlahan tapi pasti, pria kelahiran Muara Enim Sumsel bisa menerima keadaan. Berdamai dengan diri, membuatnya bangkit dan bisa berprestasi.

Jendi melalui video call -dokpri
Jendi melalui video call -dokpri
-----

Kholidin, Angkie dan Jendi,  bisa bangkit karena rasa ikhlas dan berbaik sangka kepada Tuhan. Namun tidak berhenti pada ikhlas saja, karena sikap berserah membutuhkan pembuktian.

Setelah kehilangan tangan kanan, Kholidin musti rutin terapi,  agar keseimbangan badan bisa didapatkan. Karena sempat tidak bisa duduk (apalagi berdiri),  karena musti berjuang melawan virus. Kolidin berusaha keras agar bisa pulih,  sampai akhirnya bisa berjalan.

tangkapan layar akun IG @bantengarchery
tangkapan layar akun IG @bantengarchery
Dengan diantar ojek online,  Kholidin pergi ke lapangan panah di Rawamangun.  Coach yang menemui,  minta agar ayah satu anak menjadi pelatih panahan saja.  Tapi peraih penghargaan dari pemerintah Thailand ini,  memaksa untuk menjadi atlet dan bisa memanah seperti sebelumnya. 

Dibantu sang anak,  mencoba berdiri dan memasang busur. Setelah di depan target, sempat terdiam dan berpikir bagaimana bisa memanah.
Akirnya tali buat memanah dililit dengan sol sepatu dan digigit kemudian diarahkan ke target, setelah dibidik ditahan dan dilepaskan, alhamdulillah terkena sasaran.

"Ini dia jalan itu", bisiknya penuh keyakinan.

Angkie,  dengan keterbatasannya tak mau menyerah. Berhasil menyelesaikan pendidikan dasar,  menengah dan atas,  kemudian kuliah di jurusan Public Relation.

Dengan dibantu alat dengar,  bisa menyelesaikan jenjang S1 dan S2 bersamaan selama 5 tahun di kelas akselerasi.

Angki punya yayasan,  untuk memotivasi orang dengan disabilitas. Kemudian membukukan bagaimana proses untuk bangkit,  mengajak semua orang movement, "Buku sebagai bentuk ekspresi," tambahnya.

Atas sepak terjangnya, Angkie mendapat penghargaan Social Entreprenuer Award dari IWA. Dan kini,  menjadi founder dan CEO perusahaan outsourching bagi kaum disabilitas.

Pun Jendi, di ajang Asian Para games 2018, mempersembahkan 1 emas , 1 perak 2 perunggu. Di tengah beban mental, karena banyak orang yang berharap, moment ini dijadikan ajang pembuktian.

beritapagi.co.id
beritapagi.co.id
-----

Kompasianer,  saya belajar banyak dari tiga sosok inspiratif. Meyakinkan saya, bahwa apapun keadaan sedang kita alami, sejatinya hal ini yang terbaik diberikan oleh kehidupan.

Tinggal bagaimana sikap setiap kita, menghadapi keadaan sedang terjadi. Apabila kita optimis dan semangat,  maka akan ada keajaiban yang menanti di depan sana.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun