TRIBUNJABAR.ID, BANDUNGÂ -- Kebakaran terjadi di Jalan Cibuntu Tengah 1, RT. 12/06, Kelurahan Warung Muncang, Kota Bandung pada Minggu dini hari (2/6/2019), sehingga menyebabkan rumah dua lantai milik Usep (60) hangus.
Informasi yang dihimpun dari Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kota Bandung, kebakaran terjadi pada pukul 03.15 WIB. Wakil Komandan Regu (Wadanru), Deden Supriadi, mengatakan kebakaran menyebabkan tiga orang meninggal, ketiganya adalah Natali (5), Naisa (4) dan Imas (60).
Kini ketiga jenazahnya dibawa ke Rumah Sakit Saruka Asih. "Kronologis menurut ibu Tessa (32) istri dari pemilik rumah. Ibu Tessa sedang ke warung membeli makanan untuk sahur. Setelah kembali dari warung tiba-tiba melihat api sudah membesar di rumahnya," Ujar Deden, saat dihubungi Tribun Jabar melalui ponselnya di Kota Bandung, Minggu (2/6/2019).
Asslamualaikum wr wb, untuk saudaraku sebangsa, Â Pak Usep dan keluarga, di Kelurahan Warung Muncang Bandung.
Pak Usep, mohon maaf sebelumnya, kalau  surat ini terkesan lancang, karena sebelumnya kita tidak pernah ketemu dan saling mengenal. Saya mengetahui nama bapak, dari membaca berita yang ada di portal website. Perkenankan saya memperkenalkan diri dan menyampaikan rasa empati, turut merasakan duka atas ujian yang bapak dan keluarga alami baru-baru ini.
Hari-hari di akhir puasa menjelang hari raya Idul Fitri, sudah seharusnya menjadi hari kemenangan, bagi semua kaum muslimin setelah berpuasa sebulan penuh. Semoga kemenangan berpuasa, juga menjadi kemenangan Bapak  dan keluarga, terlebih dalam situasi dan keadaan yang kurang mengenakkan.
Pak Usep, peristiwa terbakarnya rumah dua lantai milik Bapak, pasti sesuatu hal yang tidak mudah untuk menghalau kepedihan. Rumah adalah harta kepemilikan, yang untuk mendapatkannya perlu diupayakan sepenuh tenaga, segenap daya kemampuan.
Saya menyadari, bahwa diri ini belum punya kepantasan untuk menasehati dengan kalimat panjang penuh penghiburan, karena saya sendiri tidak bisa menjamin, akan bisa tegar apabila berada di posisi bapak.Â
Apalah saya, dengan pengalaman dan perjalanan hidup tidak seberapa. Asam garam kehidupan saya tempuh, pasti sangat jauh dibandingkan apa yang telah bapak capai dan jalani.
Pak Usep, mohon maaf sebelumnya, kalau saya belum berbagi bantuan berupa harta benda atau tenaga, bahkan sekedar menengokpun tak juga. Perkenankan, satu keinginan sederhana saya, yaitu menyampaikan sedikit yang pernah saya baca dan ketahui, semoga tulisan  ini bisa menjadi penglipur lara.Â
Meskipun bisa jadi, hal yang hendak saya sampaikan, sebenarnya adalah hal yang sudah bapak ketahui dan jalani lebih dahulu, sekali lagi mohon dibukakan pintu maaf.
Pak Usep, bahwasanya sedih dan senang, adalah dua hal yang kedudukannya sama-sama mulia, ini yang kadang belum banyak kita sadari. Sedih pun senang dibutuhkan oleh manusia, sebagai nutrisi yang menumbuh suburkan kebesaran jiwa.Â
Senang bukan berarti lebih baik, sedih bukan selalu lebih buruk, keduanya punya jatah dan bagian hadir di setiap manusia, berfungsi bagi pembentukan karakter dan pendewasaan kta. Senang yang berlebih cenderung membuat lupa diri, maka sedihlah yang mengingatkan, begitulah hukum kehidupan bekerja.
Teringat perjalanan Rasulullah, yang semasa hidupnya menemui onak duri dan cobaan bertubi-tubi, namun beliau memilih hidup dalam kesederhanaan. Semasa kecil menjadi yatim piatu, diasuh sang kakek yang dicintai tapi hanya sebentar, kemudian ikut pamanda berdagang melintasi terik menjelajah gurun Sahara.
Masa muda Rasulullah, bekerja untuk saudagar kaya raya Siti Khadijah, yang kelak menjadi istri paling dikasihi mendampingi dalam kedukaan panjang. Setelah diangkat menjadi Rasul dan pemimpin negeri, masa sulit dan pahit kenabian dilalui penuh tantangan dan perjuangan itu dilalui hingga akhir hayat.
Rasulullah, yang penderitaannya melebihi siapapun, yang dihina dina dan dicaci melebihi nabi dan manusia manapun, yang mengalami kesedihan yang belum dirasakan umat sepanjang jaman.Â
Apakah kenestapaan panjang akan menghinakan Rasulullah, TIDAK ! Sama sekali tidak, beliau justru terangkat derajatnya menjadi yang paling tegar dengan kualitas penghambaan yang tidak terkalahkan oleh siapapun sampai akhir jaman.
Saya sepakat Pak Usep, bahwa kita adalah manusia biasa, bukan orang pilihan dan sangat jauh apabila disandingkan dengan manusia sempurna kekasih Sang Pencipta. Tetapi, justru kekerdilan kita miliki, bisa menjadi alasan kita untuk punya kesempatan belajar. Bahwa keterbatasan kita, menjadi kesempatan mencoba mengikuti rekam jejak Nabi junjungan.
Sedikit rasa nestapa hinggap di batin adalah kewajaran, karena kita manusia biasa selalu butuh diingatkan melalui sapaan kepedihan yang mampir di perjalanan hidup. Dan itu artinya, kita sedang disayang Sang Maha Pecipta, kita sedang dibukakan pintu untuk meneladani Sang Baginda Nabi.
Bukankah, kecenderungan manusia lupa sangat besar, ketika berada dalam situasi penuh gemerlap kehidupan dunia. Bukankah, riang dan tawa yang berlebihan, akan mengeraskan hati, menenggelamkan diri dalam kealpaan yang nyata.
Pak Usep, saya turut berduka atas musibah yang menimpa. Namun perkenankan saya, sekaligus mengucapkan selamat, karena di ujung Ramadan tahun ini, hari kemenangan itu bukan lagi khayalan buat bapak sekeluarga. Ujian yang bapak alami, sejatinya wujud dari datangnya kemenangan sejati yang bisa bapak rengkuh.
Bahwa kemenangan sejati, adalah ketika kita bisa mengalahkan ego di dalam diri sendiri. Persis seperti pesan Baginda Nabi usai perang badar, bahwa perang terbesar adalah perang melawan diri sendiri. Maka langkah bapak dan keluarga, telah disampaikan pada medan peperangan itu, yaitu perang melawan kesedihan, perang melawan kenestapaan, perang melawan 'kehilangan' kepemilikan harta.
Pak Usep, mungkin tidak banyak yang ingin saya sampaikan, mengingat saya belum pantas berpetuah, pengalaman saya masih sangat sedikit , apalagi ilmu dan kebaikan yang saya tanam masih belum ada apa-apanya. Sebenarnya justri saya yang musti banyak belajar, selepas bapak membuktikan bahwa kemenangan sejati itu ada digenggaman.
Pak Usep, sekali lagi mohon dimaafkan atas kelancangan saya, semoga niat baik untuk sedikit melipur lara diterima dengan baik juga. Semoga kemenangan sejati, benar-benar menjadi hak bapak. Semoga kesabaran dan ketabahan saat menjalani, akan berbuah menjadi pahala yang berlipat di hari kemenangan yang datang sebentar lagi  -- Amin
Wasaalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H