Selamat berpuasa Kompasianer's, di hari ke lima bulan Ramadan ini, semoga tetap semangat menjalankan ibadah puasa sampai akhir. Saya yakin, kalau kita memanfaatkan moment Ramadan dengan berpuasa sepenuh hati, melengkapi ibadah wajib dengan yang sunah, selepas puasa insyaalah kita lahir menjadi pribadi yang baru.
Konon orang beriman adalah, orang yang selalu berusaha menebarkan kemanfaatan bagi orang di sekitar dan bagi alam semesta. Menyoal kemanfaatan, sambil mengisi waktu puasa, kita bahas tentang plastik yuk.
Kita mulai, dari apa yang kita pakai di badan, ternyata tidak lepas dari polimer, kalau diurut mulai dari baju, jaket, celana, sandal/ sepatu, bingkai kacamata, topi semua mengandung unsur polimer. Dan plastik adalah senyawa polimer yang menjadi favorit industri, di Indonesia penggunaannya sudah mencapai tingkat advance.
Mengapa plastik jadi favorit ? karena mudah diproduksi, bisa dibentuk menyesuaikan dan mengikuti karakteristik diinginkan industri. Plastik bisa dibuat menjadi tahan lama, kedap air, resistance terhadap panas, tahan dari medan magnet, tidak getas dan lain sebagainya.
Masalahnya, plastik sebagai senyawa polimer, setelah tidak terpakai kemudian dibuang atau dianggap sampah, butuh waktu panjang untuk mengurai.
Masih ingat kan, kicauan di akun twitter @selfeeani yang diretweet Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti.
Akun mahasiswi Barwijaya ini, mula-mula bercerita saat mengunjungi Pantai Sendang Biru selatan Kabupaten Malang, untuk mengambil sampel penelitian mengenai analisis mikro dan makroplastik.
Saat iseng membersikan sampah plastik, Fia menemukan bungkus Indomie, bertuliskan "55 tahun Dirgahayu Indonesiaku", artinya terhitung sampah plastik berusia 19 tahun -- lama banget kan.
Bayangkan Kompasianer, hampir dua dasawarsa sampah plastik belum terurai, itupun terus bertambah dan bertambah setiap hari.