Miris campur prihatin ya, melihat dan mencermati beranda medsos belakangan ini. Kalau saya perhatikan, time line medsos mulai 'panas' sejak awal Januari sampai sekarang.Â
Perbedaan itu semakin meruncing saja, semakin tidak peduli lagi kelangsungan hubungan pertemanan, asal beda pilihan (tiba-tiba, seolah) berubah menjadi musuh.
Kalimat berisi sumpah serapah dan caci maki (seolah) tak berpenghabisan, ujaran saling menjatuhkan serang menyerang dari dua kubu berseberangan. Dengan sangat menyesal, beberapa akun pertemanan terpaksa saya unfollow, saking seringnya akun tersebut membuat status provokasi dan menebar kebencian.
Padahal beberapa akun (diunfollow), saya mengenal pemiliknya secara pribadi, menurut saya beliau termasuk kategori berpendidikan tinggi dan (bisa dikatakan) intelek.Â
Tidak dipungkiri, saya sendiri punya pilihan dan kecenderungan berpihak pada salah satu paslon Capres Cawapres, tetapi sekuat tenaga saya menahan diri tidak membuat status menjelekkan.
Entahlah, tanda jaman seperti apa ini, fenomena yang sekarang marak terjadi, membuat orang yang tadinya saya pandang berilmu, kini di mata saya merendahkan dirinya sendiri. Baik dari kalangan akademisi, para petinggi atau agamawan sekalipun, seolah-olah tidak ada bedanya dengan orang kebanyakan yang kurang berilmu.
Jangankan di level pertemanan (saling kenal), beberapa nama tokoh masyarakat atau public figure yang dulunya saya kagumi sekarang terasa asing. Tindak tanduk dan ucapan si tokoh ini, jauh dari yang pernah saya kenal dan ikuti (karena saya pernah hadir dalam kajian atau seminar tokoh dimaksud).
Sebaiknya sudahi, minimal dari diri sendiri, tak usah larut dan latah membuat status di medsos, yang isinya menghujat atau memancing keributan. Karena kita hidup tidak hari ini saja, besok, lusa dan hari-hari kedepan masih panjang, sangat mungkin yang sekarang berbeda akan menjalin kerjasama.
----------
Perbedaan adalah sunatullah (hukum alam), yang akan terus dan tetap berlangsung sampai roda dunia ini selesai berputar. Tapi perbedaan seharusnya jangan memecahkan, justru musti menyatukan dan merekatkan untuk saling mengisi dan memberi.