Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sayangi Ibumu dengan Tangguh, Setangguh Ibu Menyayangimu

4 April 2019   05:55 Diperbarui: 4 April 2019   06:46 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sela-sela melayani pembeli, sesekali Koko menyamperi ibu sepuh, entah ngobrol sebentar, memberi makanan atau minuman, kemudian kembali ke meja kasir dengan binar di mata sipitnya.

Saya bisa merasakan bakti tulus Koko pada ibu sepuh, terlihat melalui gesture badan ketika mendekat, terdengar dari intonasi ketika berbicara atau gerakan saat memberikan sesuatu

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Setelah renovasi rumah selesai, saya mulai jarang belanja bahan bangunan, hanya sesekali kalau butuh Cat tembok, Kuas, Paku dan barang printilan lainnya.

Awal tahun 2019, saya datang membeli asbes, melihat karyawan bertambah menjadi tiga orang, ada mobil box parkir di pelataran, dan Koko tidak berubah dengan sikap ramahnya. Ibu sepuh terlihat sehat-sehat saja,  menyapa pembeli dihapal muka tapi tidak tahu nama, "Anaknya yang dulu nangis, pas ke sini, sekarang di mana Pak?" sapa ibu sepuh akrab.

Mungkin, ibu sepuh (saya yakin) tidak paham dengan management toko bangunan atau strategi mengembangkan toko anaknya. Tetapi sebagai pembeli hati saya tersentuh, melihat bakti Koko dan itu menjadi alasan saya datang dan datang setiap kali butuh bahan bangunan.

Bisa jadi, pembeli lain punya pandangan serupa, sehingga punya keputusan yang sama juga, menjadi pelanggan setiap Toko bangunan koko. Maka kalau toko bangunan Koko menjelma besar, sejatinya ada alasan kuat dibalik keajaiban yang terjadi di depan mata.

Menyayangi ibu dengan Tangguh

Menyayangi Ibu (dan ayah tentunya), bisa dimulai dengan cara yang paling sederhana, dan tidak selalu identik dengan persembahan ini dan itu. Mulailah dengan (minimal) tidak membebani pikiran orangtua saja, apalagi kalau kita anaknya sudah berumah tangga dan beranak pinak.

Malu kan, kita anak yang sudah dewasa sudah berpenghasilan, sudah menafkahi anak istri, masa masih saja ngerepoti orangtua. Cukuplah, semasa kanan-kanak kita membuat susah orangtua, sebelum usia dewasa memang kita masih menjadi tanggungan ayah dan ibu.

Kalau  kita mau "naik kelas" lagi, cobalah memulai dengan rela menyisihkan sebagian pendapatan dikirimkan untuk ibu (semampu kita tentunya). Sungguh, senyum ibu karena bahagia atas sikap anaknya, akan melahirkan ridho, menumbuhkan keajaiban, membukakan pintu rejeki dari arah tidak terduga -- seperti kisah Koko di atas.

Berbakti pada orangtua, sangat bisa dilakukan setiap anak, tanpa harus menunggu berpunya atau berlebih harta benda. Menunjukkan sikap santun dan tidak bermuka masam, tidak membantah apalagi membentak, paling penting jangan sampai membuat ibu sakit hati -- Bahaya banget ini.

ilustrasi-dokpri
ilustrasi-dokpri
Ya, ibu juga manusia biasa, ada kalanya membuat kesal, marah atau jengkel, ada kalanya berbeda pendapat dengan kita anak-anaknya. Keadaan ini (beda pendapat) sangat lumrah, jangan terlalu dibesar-besarkan, jangan terlalu keras hati menanggapi, kita anaknya hanya perlu sedikit saja mengalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun